Teriakan terus menghujatnya. Ruang tunggu itu tidak penuh. Teriakan-teriakan itu membuat penumpang lain tertarik mendekat. Hanya beberapa yang tidak beranjak dari tempat duduk asal di ruang tunggu itu.
Polisi lantas datang. Tiga orang. Sang polisi mengajak Graham meninggalkan ruang tunggu itu. Satu polisi mepet di badannya sebelah kiri. Satu polisi lagi terus memegangi pundak kanan Graham.
Mereka menuju tanda Exit di ruang tunggu itu. Agak jauh. Melewati tiga gate. Sepanjang perjalanan itulah Graham terus diteriaki. Dicaci. Dimaki. Mereka ramai-ramai ”mengantarkan” Graham sampai ke lorong ”Exit” itu.
Begitu banyak penumpang yang membuat video adegan itu. Lalu memostingkannya di medsos. Terlihat Graham terus menunduk di sepanjang ruang tunggu itu. Dengan wajah yang tetap tidak tegang atau marah.
Ia politikus kawakan. Adegan seperti itu sudah ibarat baju dan sepatunya. Ia alami praktis setiap hari.
Ia baru saja terpilih lagi. Sebagai anggota Senat periode keempat. Dari Partai Republik. Carolina (South dan North) memang kandangnya merah.
Awalnya Graham, sebenarnya, bertentangan dengan Trump. Ia termasuk pengkritik Trump yang paling sengit. Tapi setelah Trump terpilih sebagai presiden Graham menjadi sangat pro-Trump. Ia menjadi pembela Trump paling depan.