Setelah dirasa matang Komando Jihad bergerak. Atau, tepatnya, akan bergerak. Lalu ditangkapi. Ketua umum saya ditangkap. Ia cerdas. Bintang pelajar. Pandai pidato. Jago indoktrinasi.
Ternyata tidak ada itu dukungan batalyon yang disebut-sebut.
Guru dan teman-teman saya ditangkap. Ketua umum yang hebat tadi ditahan. Dimasukkan penjara. Hukumannya 20 tahun di penjara Koblen Surabaya. Masa depannya habis di penjara. Kepintarannya sia-sia.
Mereka umumnya tergiur oleh pancingan skenario seperti itu. Aneh. Masyarakat kelas Amerika juga terjebak skenario menduduki Capitol. Entah dari mana datangnya.
Baru sekian tahun kemudian diketahui: komandan tertinggi Komando Jihad itu, Haji Ismail Pranoto, putra tokoh pemberontak NII di Jabar, berkantor di sebelah ruang kerja Kepala Bakin Ali Murtopo.
Fanatik memang buta. Termasuk buta terhadap skenario fatamorgana. Dan hebatnya ini terjadi juga di Amerika. Di zaman medsos dan internet.
Bagaimana pula tidak terjadi di negara yang seperti kita. (*)