indoposonline.id – Kudeta militer Myanmar mendapat reaksi beragam. Sejumlah negara mengecam tindakan paksa tersebut. Pengambilalihan secara paksa tersebut dinilai menentang dan menciderai demokrasi.
Merespons peristiwa itu, ratusan warga Myanmar di Tokyo, Jepang, tidak tinggal diam. Mereka berunjuk rasa dan memprotes aksi sepihak tersebut. Menolak keras penangkapan terhadap penasihat negara Myanmar Aung San Suu Kyi dan para pemimpin pemerintahan.
Para pendemo mengenakan masker dan membawa bendera nasional Myanmar. Mereka berdiri di luar kampus United Nations University, Tokyo. Demonstran menuntut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengecam aksi militer Myanmar. ”Saya khawatir Aung San Suu Kyi,” aku Tin Htway, 22 seorang pendemo.
Para demontrans menginginkan pembebasan Suu Kyi dan pemimpin lain. ”Militer harus mengakui hasil pemilihan umum (Pemilu) 2020,” desak Presiden Asosiasi Persatuan Warga Myanmar Than Swe.
Partai pemenang pemilu Myanmar, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), mengklaim Suu Kyi meminta masyarakat menolak kudeta militer. Suu Kyi juga mendorong warga menggelar aksi protes. ”Saya meminta warga tidak menerima (kudeta, red) ini,” ucap Suu Kyi sebagaimana siaran tertulis NLD.
Jepang dan Myanmar punya hubungan erat. Itu mengingat Tokyo merupakan pemberi sumbangan dan mitra dagang terbesar Naypyitaw. Paling tidak ada 33 ribu warga Myanmar menetap di Jepang per Juni 2020. Separuh warga Myanmar mengantongi visa pelatihan teknis.
Sementara pemerintah Jepang meminta Myanmar membebaskan para pemimpin yang ditangkap setelah militer mengambil alih kekuasaan. Jepang mendukung demokrasi Myanmar dan mendesak otoritas setempat memulihkan pemerintahan demokratis di Naypyitaw. (mgo)