Pada kesempatan yang sama, Hakim Agung MARI, Ibrahim mengungkapkan adanya kondisi dilution doctrine, suatu kondisi dimana suatu merek dapat melemahkan (dilute) esensi atas keunikan dan perbedaan dari merek lain, yang mana secara simultan dapat merugikan pemilik merek selaku pemegang hak yang sah.
Menurut Ibrahim, konsep dilusi merek tidak dapat digunakan terhadap suatu merek dagang yang merupakan suatu kalimat atau istilah yang deskriptif dan bukan merupakan elemen utama dari kesatuan merek tersebut atau secondary brand. Sementara kalimat atau istilah deskriptif seringkali mengandung kata-kata yang umum digunakan sehari-hari (generic words) oleh konsumen dan pelaku usaha. ”Klaim atas generic term (istilah generik) untuk memperoleh hak eksklusif Merek selayaknya ditolak, karena berpotensi timbulnya upaya monopoli yang berujung pada sengketa. Tidak ada peraturan secara spesifik mengenai doktrin dilusi merek dalam konsep hukum merek di Indonesia. UU Merek hanya mengatur penggunaan istilah generik dan kalimat deskriptif pada merek yang telah terdaftar,” jelas Ibrahim.