indoposonline.id – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) prihatin kudeta Myanmar. DK PBB menyerukan pembebasan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, dan sejumlah tokoh lain dari tahanan militer.
DK PBB mengeluarkan pernyataan perlunya menegakkan lembaga dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan, dan sepenuhnya menghormati hak asasi manusia, kebebasan fundamental, dan supremasi hukum.
Tanpa memakai bahasa kudeta, sepertinya untuk mendapat dukungan China dan Rusia, secara tradisional melindungi Myanmar dari tindakan dewan. Maklum, Tiongkok memiliki kepentingan ekonomi besar di Myanmar dan hubungan dengan militer.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan militer Myanmar harus mundur. Pemerintah AS mempertimbangkan menjatuhkan sanksi terhadap para jenderal atas kudeta tersebut. ”Tidak ada keraguan dalam kekuatan demokrasi. Tidak pernah berusaha mengesampingkan keinginan rakyat atau berusaha menghapus hasil pemilu terpercaya,” tegas Biden.
Penasihat keamanan nasional Jake Sullivan telah berbicar dengan para duta besar Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Pemerintahan Biden mempertimbangkan sanksi menyasar individu dan entitas dikendalikan militer. Tidak jelas seberapa efektif sanksi itu kalau berlaku.
Militer memiliki kepentingan luas dalam ekonomi domestik dan bisa sangat merugi jika perusahaan asing memutuskan hengkang. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin meminta ASEAN menggelar pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN guna membahas situasi Myanmar.
Sementara, jalanan Ibu Kota Myanmar, Yangon, riuh dengan dentang suara pukulan periuk timah, saat warga Myanmar mengecam kuweta militer. Para guru dan pendidik bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil semakin meluas. ”Kami tidak menerima tindakan kudeta,” tegas dosen universitas Nwe Thazin. (mgo)