Dan terkahir yang kelima adalah kaidah Al Urf. Ini adalah terkait dengan kearifan lokal. “Saya kira kalau poin yang ini kurang cocok untuk diimplementasikan dalam vaksin. Al Urf ini contohnya acara selamatan. Selama itu tidak melanggar akidah intinya, boleh,” jelas Epidemiolog yang juga memiliki pemahaman mendalam mengenai agama Islam ini.
Lebih lanjut Atoilah kembali menjelaskan bahwa tripsin babi yang digunakan dalam proses pembuatan vaksin AstraZeneca itu dilakukan pada proses awal penanaman untuk menumbuhkan virus pada sel inang.
“Setelah virus ditanam kemudian tumbuh, maka virusnya dipanen. Pada proses itu menurut saya, pada dasarnya tidak ada persentuhan lagi antara tripsin dan si virus karena urusan si tripsin ini hanya dengan media tanamnya. Untuk itu, di produk akhir vaksin COVID-19 AstraZeneca sudah tidak ada unsur babi sama sekali. Ibarat analoginya jika kita menanam pohon, menggunakan pupuk kandang yang kandungannya termasuk najis, tetapi ketika menghasilkan buah, maka si buah tidak lantas menjadi najis juga,” tegas Atoilah.