indoposonline.id – Upaya pemanfaatan fly ash and bottom ash (FABA) atau limbah abu batu bara, semakin sering dibicarakan. Hal itu menyusul FABA yang saat ini telah menjadi limbah non B3. Webinar dan diskusi terkait FABA, juga kerap dilakukan.
Misalnya Webinar bertajuk, “Optimalisasi Pemanfaatan FABA Sumber PLTU untuk Kesejahteraan Masyarakat” yang digelar secara virtual melalui Zoom Meeting, Rabu (14/4/2021). Anggota Dewan Energi Nasional, Agus Puji Prasetyo mengapresiasi gelaran webinar tersebut. “Saya mengapresiasi acara ini,” ujarnya.
Lebih lanjut Agus mengatakan potensi FABA yang merupakan limbah sisa pembakaran batu bara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sangat luar biasa tinggi jika dimanfaatkan. FABA memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi dan lainnya.
“FABA juga bisa dimanfaatkan untuk bahan baku industri, untuk bahan baku semen dan perumahan hingga pertanian yang bisa diolah oleh UMKM,” ujarnya.
Sementara itu, Antonius R. Artono dari Masyarakat Kelistrikan Indonesia mengatakan pemanfaatan FABA boleh dilakukan oleh penghasil. Atau oleh pihak lain.
“Kebanyakan dilakukan kerjasama dengan pihak lain,” ujarnya.
Pemanfaatan FABA kata Antonius, sebagai substitusi bahan baku, pembuatan beton, paving blok, industri semen, bentuk lain sesuai IPTEK.
“Saat ini sedang dikembangkan FABA sebagai pembuatan pembenah tanah. Untuk memperbaiki lahan pertanian,” ujarnya.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, mengatakan tarif listrik seharusnya bisa direvisi (turun), setelah FABA menjadi limbah non B3. Dia juga menyarankan harus ada pengawasan ketat terhadap pengelolaan Limbah FABA.
“Juga harus ada insentif kepada masyarakat yang terdampak oleh limbah FABA dan dampak lain dari pengoperasian PLTU. Kesehatan masyarakat sekitar diperiksa secara periodik,” ujar Tulus.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan (METI) Surya Darma mengatakan pihaknya terus mendorong digunakan energi baru terbarukan. Terkait FABA yang sudah dikeluarkan dari B3 menjadi limbah non B3, pihaknya mendorong perlu regulasi lebih lanjut. (msb/dri)