indoposonline.id – Merasa diperlakukan tidak adil dan bersikap tidak profesional, Benny Tjokrosaputro, yang divonis penjara seumur hidup dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (persero), melaporkan Majelis Hakim yang mengadilinya ke Komisi Yudisial dengan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Majelis Hakim yang diadukannya adalah Rosmina (Ketua Majelis), Ignatius Eko Purwanto, Susanti Arsi Wibawani, Sigit Herman Binaji, dan Sukartono.
Dalam pelaporannya, Benny Tjokro menilai Majelis Hakim tidak memiliki sikap profesional, tidak didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, tidak memiliki keterampilan dan wawasan yang luas dalam menjatuhkan hukuman seumur hidup dengan tindak pidana korupsi.
“Hal mana sangat terlihat dari Majelis Hakim membuat “pertimbangan” putusan (ratio decidendi) yang sangat buruk dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Padahal, untuk menilai kualitas dan profesionalitas hakim adalah dengan melihat pertimbangan hukum dari suatu putusan yang dibuatnya,” kata Benny Tjokro melalui kuasa hukumnya Fajar Gora di Jakarta Selatan, Selatan (20/4).
Fajar juga menilai majelis hakim keliru dalam memberikan pertimbangan hukum terkait unsur merugikan keuangan negara karena masih menggunakan delik formil. Padahal, lanjut dia, setelah adanya putusan MK Nomor 25/ PUU-XIV/2016, dalam menghitung kerugian negara tidak lagi menggunakan delik formil tetapi menggunakan delik materiil.
“Itu artinya kerugian keuangan negara harus dibuktikan secara nyata (factual loss), dan tidak lagi bersifat potensi (potential loss),” tegasnya.
“Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim secara jelas menyatakan tidak terbukti adanya kerugian negara secara nyata (factual loss), tetapi menghukumnya “seumur hidup” hanya dengan kerugian negara yang masih bersifat potensi (belum nyata),” ucap Fajar.
Selain itu, majelis hakim juga dinilai tidak profesional, karena dalam putusannya tidak mampu memisahkan harta benda yang dirampas negara merupakan harta benda milik pribadi Benny Tjokrosaputro atau milik perusahaan dari Benny Tjokrosaputro.
“Padahal, yang diputus bersalah adalah Benny Tjokrosaputro sebagai pribadi, akan tetapi dalam putusan, harta benda yang tercatat dan terdaftar atas nama perusahaan Benny Tjokrosuanto maupun perusahaan milik pihak ketiga juga dirampas untuk Negara,”
Dengan demikian, hukuman pidana penjara “seumur hidup” terhadap Benny Tjokrosaputro sangat terlihat hanya semata-mata bertujuan untuk menghukumnya dengan mengakomodir ekspektasi publik atau “tekanan publik”, dengan cara atau modus hanya mengikuti Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tanpa dengan cermat memperhatikan aturan hukum yang berlaku dan sikap profesional yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas.
“Untuk itu, kami berharap KY maupun MA dapat menghukum Majelis Hakim yang mengadili Benny Tjokrosaputro dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, dan semoga saja masih ada keadilan di negeri ini,” harap Fajar Gora.
Ketika dikonfirmasi, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro belum bersedia memberikan komentar.(ydh)