Saya tidak percaya Kaesang menggerakkan buzzer untuk mem-bully habis Felicia. Mungkin para buzzer sendiri yang mencoba mengambil hati Kaesang. Tapi, dampak bully masif itu begitu dalam bagi Felicia.
Dia seperti kehilangan segala-galanya. Saya bersyukur dia mengatakan telah mencoba menguatkan diri. Tidak sampai seperti di Amerika Serikat: murid yang tidak tahan atas bully sampai meloncat dari bus sekolah yang lagi melaju di jalan raya.
Maka, kakanda Kaesang benar ketika mengatakan ”selesaikanlah”. Sang kakak, Gibran, yang kini menjadi wali kota Solo, memang dikejar wartawan. Gibran ditanya soal Kaesang. Jawab Gibran seperti itu. Yang itu ditujukan kepada adiknya, lewat media.
Saya setuju dengan Gibran. Selesaikanlah. Tidak semua orang punya budaya ”bisa mengerti sendiri”. Kaesang punya gerbong besar. Atau bagian dari gerbong besar. Jangan sampai gerbong besar itu mengangkut asap yang hitam.
Saya tidak tahu dari daerah mana Felicia berasal. Dari bahasa Indonesia yang dia gunakan, pastinya dia bukan orang Jawa. Intonasi kata per katanya ”sangat Indonesia”. Kelihatannya Felicia dari Sumatera. Atau Riau. Atau Kalimantan. Budayanyi adalah budaya terus terang. Apalagi, lama pula sekolah di Singapura.