Di seminar kemarin, saya mengusulkan agar pemegang sahamnya salah satu saja: PLN atau Pertamina. Saya membayangkan betapa sulitnya direksi IBC itu nanti. Punya bos empat orang. Sulit dalam pengertian panjangnya proses minta persetujuan. Bisa-bisa energi terbesar direksi habis untuk mengurus birokrasinya.
Padahal industri baterai harus dinamis. Teknologi baterai terus berubah. Pemilihan teknologinya harus sangat peka. Jangan sampai ketika sebuah pemikiran diproses untuk menjadi keputusan waktunya begitu panjang –saking panjangnya keputusan itu tidak relevan lagi dengan keadaan.
Dr. Agus Tjahjana W, komisaris utama IBC tampil sebagai salah satu pembicara. Dari uraiannya kita bisa tahu betapa rumit merealisasikan industri baterai ini –meski kita ini negara lumbung nikel.
“Kami harus mencari lima atau enam partner investasi,” ujar Dr Agus. Saya kenal lama dengan Dr Agus. Beliau menjadi dirjen di Kemenperin ketika saya di Jakarta. Dr Agus inilah yang berjasa besar menegosiasikan PT Inalum –berhasil pindah status dari perusahaan Jepang menjadi 100 persen BUMN.