indoposonline.id – Varian yang pertama kali ditemukan di India, varian Delta, diduga lebih mudah menyebar dan lebih resisten terhadap vaksin. Ini dibuktikan dengan temuan kasus-kasus baru di Inggris.
Lebih dari 90% kasus COVID-19 di Inggris sekarang disebabkan oleh varian Delta, mutasi yang pertama kali ditemukan di India. Data mengungkap jumlah total kasus yang dikonfirmasi melewati 42.000 orang.
Juga dikenal sebagai B.1.617.2, varian Delta telah dikaitkan dengan peningkatan kasus Corona di Inggris dalam beberapa pekan terakhir. Diyakini mutasi ini menyebar lebih mudah daripada varian Alpha, B.1.1.7, yang pertama kali terdeteksi di Kent, dan bahkan agak lebih tahan terhadap vaksin COVID, terutama jika baru menerima satu dosis. Varian Delta juga mungkin terkait dengan risiko rawat inap yang lebih besar.
Ini memberi sinyal kepada pemerintah Indonesia untuk lebih hati-hati dalam menangani virus COVID-19 varian Delta. Sebab varian ini disebut sudah masuk di Kudus yang mengalami lonjakan COVID-19.
Kini, Public Health England (PHE) menyebut lebih dari 90% kasus baru COVID di Inggris melibatkan varian Delta. Memang data terbaru menunjukkan angka itu bisa setinggi 96% dari kasus baru di sana.
The Sun mengutarakan, laporan PHE lebih lanjut mengungkapkan, kasus virus berlipat ganda antara setiap 4,5 dan 11,5 hari, tergantung pada wilayah dan memiliki sekitar 60% peningkatan risiko penularan rumah tangga dibandingkan varian Alpha. Kasus yang dikonfirmasi di Inggris hingga saat ini telah meningkat 29.892 menjadi 42.323.
Lonjakan tajam dalam kasus, sebagian, disebabkan oleh penggunaan teknik baru untuk menentukan varian yang ada dalam sampel positif COVID. Sebelumnya, sampel positif dikirim ke laboratorium untuk pengurutan seluruh genom – sebuah proses yang membutuhkan waktu lima hingga 10 hari untuk mengembalikan hasilnya.
Namun, data baru mencakup hasil dari pendekatan yang lebih cepat yang dikenal sebagai genotipe daripada melihat seluruh genom virus untuk mengetahui varian mana yang terlibat. Peneliti hanya melihat bagian kunci dari genom yang diperiksa. Ini memberikan hasil dalam waktu 48 jam, dengan laporan yang mengungkapkan bahwa itu sangat akurat dalam hal mengambil varian Delta.
Menggunakan pendekatan ini, bersama dengan teknik pengurutan genom yang lebih memakan waktu, tim mengatakan data terbaru menunjukkan 96% kasus Covid di Inggris melibatkan varian Delta.
Jenny Harries, Kepala Eksekutif Badan Keamanan Kesehatan Inggris, mendesak orang yang memenuhi syarat untuk vaksinasi untuk menerima suntikan. “Dengan jumlah kasus varian Delta yang meningkat di seluruh negeri, vaksinasi adalah pertahanan terbaik kami,” katanya sembari mencatat dua dosis memberikan perlindungan yang jauh lebih banyak daripada dosis tunggal.
“Namun, meski vaksinasi mengurangi risiko penyakit parah, itu tidak menghilangkannya (COVID-19),” tambahnya.
Pernyataan itu didukung oleh data. Menurut laporan itu, sejak awal Februari hingga 7 Juni, ada 33.206 kasus Delta di Inggris. Rindiannya, 19.573 pada individu yang tidak divaksinasi, 1.785 di antara orang yang divaksinasi lengkap, dan 7.559 di antara mereka yang telah menerima satu suntikan, dengan status vaksinasi. Sisanya tidak jelas.
Secara total, 383 orang di Inggris dirawat di rumah sakit dengan varian Delta selama periode itu dengan 42 memiliki dua dosis vaksin, 86 memiliki satu dosis, dan 251 tidak divaksinasi.
Dari 42 kematian yang tercatat di Inggris dalam waktu 28 hari setelah tes positif yang melibatkan varian Delta, 23 di antaranya adalah orang yang tidak divaksinasi. Sebanyak 12 orang di antaranya divaksinasi penuh dan tujuh di antara orang-orang yang mendapat satu dosis.