Tapi persoalan TG sudah terlalu berat. Maka direksi TG membawanya ke PKPU-nya Thailand. Momentum Covid ini dimanfaatkan untuk melakukan penyelesaian tuntas.
Padahal sebelum Covid pun TG sudah sempoyongan.
Pernahkah TG berlaba?
Pernah.
Kapan?
Dulu sekali. Tahun 2012.
Sejak itu TG terus merugi. Rupanya mereka kurang pandai membuat buku keuangan agar bisa seolah-olah masih berlaba.
Kian tahun kerugian itu kian besar. Yang terbesar tahun lalu. Jangan kaget: TG rugi sekitar Rp 7 triliun. Tepatnya: USD 4,6 miliar.
Langkah penghematan pun dilakukan lagi tahun lalu. Sebanyak 200 jabatan eksekutif dihapus. Fasilitas pusat latihannya dijual. Jumlah pesawat sewa dikurangi: dari 104 menjadi 80. Jumlah karyawannya –masih 28.000– akan dibuat tinggal 15.000.
Ambisi Thai adalah ambisi turisme di Thailand. Semua jurusan diterbangi untuk mendatangkan turis itu. Sampai-sampai TG punya dua home base: di Bangkok dan di Phuket –pantai yang tidak seindah Bali tapi dijual habis-habisan sebagai pusat turisme Thailand.
Bandara Bangkok sendiri dipindah. Dari Don Muang di dekat kota ke Suvarnabhumi jauh di timur Bangkok. Tujuannya satu: agar lebih dekat ke pantai Pattaya –pusat turis lamanya.