indoposonline.id – Anggota Komisi VII DPR, Adian Napitupulu, menolak jika lonjakan kasus COVID-19 di Tanah Air dikaitkan dengan akurasi alat deteksi virus Corona menggunakan pernapasan besutan anak bangsa, GeNose C19 atau Gadjah Mada Electric Nose.
Adian mengatakan, patut dipertanyakan beberapa desakan yang menginginkan penggunaan GeNose dihentikan. Sebab, jika GeNose tidak akurat, seharusnya lonjakan kasus COVID-19 sudah terjadi 1-2 dua bulan lalu.
“Itu pernyataan yang berdasarkan data, rasa atau kepentingan? Menurut saya kalau berdasarkan data jika GeNose menjadi penyebab, maka harusnya lonjakan terjadi setidaknya 1 atau 2 bulan setelah GeNose dipergunakan atau sekitar bulan Maret atau April 2021 bukan Juni,” kata Adian, Jumat (25/6).
Faktanya, lanjut dia, bulan Maret dan April justru kasus COVID justru ada di titik terendah. “Landai sekali. Saya melihat mereka yang mengkambinghitamkan Genose tanpa data bisa jadi hanya menduga duga. Hanya dapat dari ‘katanya’ atau ‘infonya’, tanpa pegang data yang valid. Atau bisa juga bagian dari kelompok yang memiliki kepentingan politik maupun bisnis,” tudingnya.
Adian mengatakan, adanya GeNose merupakan bukti pemerintah hadir di tengah masyarakat. Terbukti, penggunaan GeNose digemari masyarakat karena tidak harus dicolok hidungnya seperti tes PCR atau antigen, harga tes pun terjangkau yakni berkisar Rp30.000.
Oleh karena itu, politikus PDI Perjuangan ini menegaskan, menghentikan penggunaan GeNose akan melukai rakyat kecil yang harus tetap beraktivitas mencari nafkah di masa pandemi. “Genose dengan harga yang terjangkau dibandingkan antigen menjadi bukti bahwa negara hadir untuk semua rakyat, tidak hanya untuk si kaya saja. GeNose diizinkan digunakan pasti ada prosesnya, apalagi dari Kemenkes juga sudah kasih izin,” tandasnya.
“Ketika Genose ditiadakan, yang paling terpukul sebenarnya rakyat kecil juga, yang tetap harus beraktivitas untuk mencari nafkah. Berikutnya, perjalanan akan berbiaya tinggi dan memengaruhi mobilitas manusia yang berikutnya bisa memukul perekonomian,” kilah Adian.
Lebih lanjut dikatakan, GeNose merupakan alat uji yang paling murah dan bukan murahan, apalagi asal-asalan. Buktinya, Genose teruji dan izin edarnya dikeluarkan Kemenkes (KEMENKES RI AKD 20401022883).
Kehadiran Genose juga membawa dua sisi positif, yakni bisa dijangkau oleh beragam kalangan. Di sisi lain membantu negara untuk melakukan identifikasi mereka yang terpapar virus dengan cepat dan murah.
Adian juga tak memungkiri kemungkinan adanya persaingan bisnis antara GeNose dan antigen. “Sangat mungkin walaupun konspirasi konflik itu sulit dibuktikan, namun aromanya bisa tercium,” klaimnya.
Dia mengutarakan, sebaiknya GeNose maupun segala bentuk dan jenis alat tes lainnya dibiarkan digunakan. Dengan catatan selama alat itu memenuhi standar.
Adian mengusulkan, penggunakan GeNose sebaiknya tidak hanya digunakan di bandara atau stasiun. Tapi juga diterapkan di terminal, pasar, mal, kelurahan, dan berbagai tempat umum.
“Sehingga akses masyarakat deteksi dini terhadap COVID-19 semakin terbuka dengan harga yang juga terjangkau,” pungkasnya. (bas)