indoposonline.id – Berangkat dari Pandemi Covid-19 menghadirkan permasalahan kesehatan dan ekonomi bagi Indonesia. Peningkatan kerjasama, komunikasi dan kordinasi antara insinyur dan dokter maupun para pelaku di dunia kesehatan sepatutnya dilakukan.
Menurut Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Heru Dewanto, dapat mempercepat penanggulangan permasalahan kesehatan dan ekonomi bangsa.
Dalam webinar bertajuk “Transformasi peran insinyur untuk percepatan pemulihan kesehatan dan ekonomi nasional,” Jumat (18/6/2021), Heru Dewanto mengatakan, Pandemi Covid-19 telah membuka mata semua pihak, Indonesia masih ketergantungan alat kesehatan (alkes) dari luar negeri.
“Pandemi ini membuka pentingnya peran insinyur, dalam mendukung para dokter, sehingga kedua-duanya bisa menjadi pilar utama dalam perang melawan pandemi. Kolaborasi insinyur dengan dokter adalah prasyarat mutlak bagi kemandirian industri Kesehatan nasional,” kata Heru, Jumat (18/6/2021).
Dari data e-katalog 2019 hingga Mei 2020, diketahui 80 persen alkes diimpor dari luar negeri, nilainya mencapai Rp 35 triliun. Pada kurun waktu yang sama, belanja produk dalam negri hanya mencapai 12 persennya saja, setara dengan Rp 5 triliun. Sedangkan pada kurun waktu Mei 2020 hingga Mei 2021, nilai impornya mencapai Rp 12,5 triliun.
Sedikit catatan, ungkapnya, ada over suplay di APD maupun disinfektan. Kalau produksi dapat menutup sebagian pasar seharusnya tidak usah impor. “Cari yang mudah, dan fast moving. Insinyur dan dokter harus berkolaborasi di bidang kesehatan ini,” ulasnya.
Heru Dewanto menyayangkan kondisi bahwa Indonesia masih ketergantungan alkes dari luar negeri. Sebab, katanya, jika Indonesia membutuhkan alkes tertentu dari luar negeri, bisa saja pesanan Indonesia tidak ditindaklanjuti. Jika menurut sang produsen Indonesia bukan negara prioritas. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, bisa membuat harga alkes melambung tinggi.
“Alkes dengan teknologi rendah bisa saja dikirimkan ke Indonesia dengan niat si produsen butuh menghabiskan stok. Kalau kita beli alkes dari luar, dana pemerintah tidak dibelanjakan ke rakyatnya sendiri,” tandasnya.
PII sambung Heru, berkomitmen untuk menanggulangi permasalahan kesehatan di Indonesia. PII telah menyelenggarakan kegiatan learning center, sebagai upaya membekali para insinyur dalam menghadapi masa Pandemi Covid- 19.
PII juga sudah melaksanakan uji coba ventilator di BPFK Kementerian Kesehatan, produksi serta distribusi bantuan masker, sanitizer, kamar sterilisasi, dan sembako.
“Kami juga sudah melakukan riset dan pengembangan masker kain hibrida dalam negeri, efisiensi filtrasi setara dengan masker N95. Melaksanakan pemasangan teknologi sterilisasi udara dan permukaan, difasilitasi transportasi umum seperti TransJakarta, MRT dan KCI menggunakan teknologi Ozone Nanomist,” ungkap dia.
Heru mengakui, tidak mudah untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Target ideal, menurutnya, adalah meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) alkes, sebesar lima persen setiap tahunnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Mohammad Faqih mengatakan bahwa IDI berkomitmen membantu menanggulangi ketergantungan indonesia terhadap alkes luar negeri.
Alkes lanjutnya, hasil inovasi anak negeri terkadang tidak begitu dibutuhkan oleh rumah sakit. Sehingga tingkat penyerapannya rendah. Selain itu, alkes hasil inovasi anak negeri juga memiliki permasalahan di bidang standarisasi, dan harganya tidak bersaing. “Kami akan membantu mendampingi, kira-kira alat kedokteran seperti apa yang dibutuhkan,” tutupnya. (ibl/msb)