Bersama: Dr. K.H. M. Asrorun Ni’am Sholeh
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
MUI memotret sikap toleransi di masyarakat indonesia, dari beberapa hal yang pertama secara norma, Islam mengakui perbedaan sebagai sunatullah. Perbedaan ini sebagai sebuah keniscayaan dan ketentuan ajaran agama, juga mengakui adanya keragaman itu.
Bahkan disebutkan di dalam ayat Alquran, kita dicipta memang bersuku-suku, berbangsa-bangsa. Kepentingannya apa? kepentingannya adalah untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Untuk saling menguatkan, bukan untuk saling menegasikan. Ini lah yang menjadi hal yang bersifat fundamental, di dalam memaknai keragaman yang kita miliki terlebih dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kita bersuku-suku, berbangsa-bangsa, berbahasa yang cukup banyak, kemudian juga beragam agama, tetapi kita diikatkan oleh ikatan persaudaraan sebangsa, dan di atas itu kalau di dalam konsep hal kita, sekalipun kita juga berbeda bangsa, kita berbeda negara. Kita diikatkan oleh komitmen persaudaraan kemanusiaan atau ukhuwah insaniyah.
Dan ini semakin relevan ketika teknologi informasi komunikasi berkembang begitu pesat, yang salah satu dampaknya adalah melahirkan situasi masyarakat yang bordeless yang nggak terbatas. Kita nggak lagi dibatasi oleh batasan-batasan bersekat yang bersifat tradisional, batasan daerah, batasan suku, batasan desa, batasan negara, kita sudah bisa lintas bangsa, lintas negara. Apa yang terjadi di Amerika itu bisa berdampak secara langsung kepada kehidupan kemasyarakatan kita dan itu adalah faktual.
Maka prinsip penyikapan secara proporsional, terkait dengan toleransi di tengah keberagaman menjadi sangat penting untuk menentukan fungsi kemanusiaan kita. Tetapi bisa jadi kemudian ditingkatkan praksis, apa yang menjadi idealisme dan norma keagamaan itu tidak serta merta kemudian menjelma menjadi hal yang ideal seperti yang dibayangkan.
Bisa jadi faktornya apa? Faktornya soal superioritas, atas dasar suku, atas dasar ras, atas dasar agama, atas dasar prestasi, atas dasar kedudukan nasab, kedudukan perolehan akses ekonomi dan sebagainya.
Akhirnya perbedaan yang seharusnya menjadi penguat kita dalam mengukuhkan persaudaraan, tidak jarang terjadi konflik di lapangan dan kondisi itu harus terus di minimalisir. Dengan mengharus utamakan komitmen kebersamaan di tengah perbedaan.