indoposonline.id – Aparat penegak hukum disayangkan dalam melakukan penggeledahan salah satu bank BUMN di Medan, Sumatera Utara, menggunakan senjata lengkap. Dikhawatirkan penggeledahan dengan senjata tersebut dapat menggangu nasabah bank, sehingga bisa memunculkan ketidakpercayaan dari masyarakat.
“Menurut saya patut disayangkan seperti itu (bawa polisi bersenjata lengkap). Kalau dalam rangka penggeledahan itu untuk mencari barbuk (barang bukti) ya bisa dilakukan penyidik sendiri maka sebetulnya tidak perlu ada hal tersebut,” ujar Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad kepada wartawan, Jumat (2/7/).
Suparji mengatakan, penggeledahan dengan meminta pengawalan dari Kepolisian hal lumrah. Namun membawa polisi bersenjata lengkap merupakan hal yang aneh. Kecuali memang ada ancaman sehingga dibutuhkan pengawalan super ketat. Namun, jika tidak ada ancaman, pengawalan dengan cara itu perlu dipertanyakan.
“Harus jelas tujuannya apa? Apakah ada hal-hal yang mengancam penyidik kemudian ada hal yang dikhawatirkan sehingga perlu ada itu (pengawalan),” tegas Suparji.
Aparat penegak hukum, lanjut Suparji, sebelum melakukan penggeledahan harusnya hati-hati. Apalagi yang digeledah adalah tempat vital.
“Harus dipertimbangkan karena objek yang dilakukan penyidikan ini kan lembaga keuangan , perbankan, bank milik negara BUMN yang notabane-nya adalah mengedepankan trust masyarakat, maka seandainya terjadi proses hukum seperti itu (geledah bawa polisi) bisa berpengaruh terhadap trust masyarakat,” ungkap Suparji.
Karena itu penggeledahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) terhadap salah satu bank BUMN harus mendapat perhatian dari Jaksa Agung ST Burhanuddin. Jaksa Agung harus menegur keras Kajati Sumut, sehingga kasus penggeledahan salah satu bank BUMN di Medan tidak terulang lagi.
“Saya rasa perlu, agar hal seperti ini diperhatikan, pendekatan penegakan hukum ini kan sudah pendekatan restorasi yang lebih bersifat humanis,” pungkas Suparji. (msb/ydh)