indoposonline.id – Sebuah kapal tongkang berisi nikel dalam kondisi nyaris terbalik dilaporkan masih berada di bibir Pantai Batu Gong, Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra). Kapal tersebut, kini mencemari biota laut dan ekosistem di sekitar lokasi kejadian.
Hal tersebut terjadi karena diduga tali kapal tongkang putus saat dihantam ombak besar disertai angin kencang tidak jauh dari pabrik pemurnian (smelter) nikel PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI). Sedangkan pemilik kapal tongkang yang mengakibatkan pencemaran di wilayah tersebut belum diketahui identitasnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES)Erwin Usman menyampaikan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan jajaran Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sultra harus segera mengambil langkah-langkah stretegis, cepat, dan terukur.
“Hal ini untuk menggelar investigasi dan mencegah terjadinya pencemaran terhadap biota laut dan ekosistem di sekitar lokasi peristiwa,” katanya dikonfirmasi indoposonline.id, Minggu (18/7).
Langkah ini juga katanya, bertujuan untuk mengetahui siapa pemilik dan penanggung jawab kapal tongkang itu.
“Bila ditemukan unsur kelalaian dalam investigasi itu, maka kementerian LHK dapat mengambil langkah penegakan hukum dengan membawanya ke pengadilan,” tegasnya.
Dikatakannya, agar korporasinya dimintai pertanggungjawaban hukum pidana bagi penanggung jawabnya, dan ganti rugi untuk pemulihan ekologi dan lingkungan hidup terdampak.
Menurutnya, langkah ini untuk memastikan korporasi pelaku usaha pertambangan agar sejak awal menerapkan prinsip kehati-hati dini. Dalam berusaha (precautionary principle), sebagaimana roh dan amanat Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) No. 32 Tahun 2009.
Precautionary principle atau prinsip kehati-hatian ini menekankan pada bagaimana melakukan pencegahan, agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup akibat pencemaran. Lebih jauh lagi, prinsip ini juga mengatur mengenai pencegahan agar tidak terjadinya kerusakan lingkungan hidup.
“Prinsipnya, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Hal ini jelas ditegaskan dalam Pasal 87 ayat (1) UU PPLH,” tutupnya.(ibl)