indoposonline – Para ilmuwan Indonesia sedang merancang pembangunan kapal selam untuk pertahanan NKRI. Memiliki ukuran 32 meter, kapal selam dengan sedikit awak itu dibangun bersama industri pertahanan dalam negeri.
Pemerintah sendiri dituntut harus memiliki Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) Matra Laut yang andal dan memadai. Sebab, dua pertiga luas wilayah NKRI adalah lautan yang berbatasan langsung dengan 10 negara sahabat.
Kapal selam merupakan sebuah wahana unik yang mampu menghadapi ancaman konvensional maupun perang laut asimetris. Meskipun tersembunyi di bawah air namun mampu menghadapi ancaman permukaan dan peperangan terbuka konvensional, melakukan pengumpulan informasi intelijen, kontra-terorisme dan operasi pasukan khusus.
Kebutuhan pengembangan ke arah kemampuan siluman (stealth), jangkauan yang jauh dan lama menyelam serta fleksibilitas yang tinggi, kemudian dibatasi oleh ukuran dan biaya, maka kapal selam selam menjadikan sebuah proses desain yang inovatif.
Desain Kapal Selam 32 meter (KSM 32) menerapkan konsep desain spiral sebagaimana yang umum digunakan pada proses desain kapal-kapal permukaan. Sedangkan untuk kapal selam konsep desain spiralnya terbentuk tidak jauh beda dengan spiral desain kapal permukaan. Dalam konsep ini digambarkan sebagai proses desain yang dilakukan secara rigid, dilakukan secara berurutan dan berulang-ulang hingga dicapai desain yang optimal.
Dilansir dari laman BRIN, perencanaan KSM 32 diawali dengan studi untuk penyusunan konsep desain pada tahun 2016. Lalu dilanjutkan pada 2017 melakukan preliminary design untuk platform dan Inner System hingga di tahun 2019.
Kegiatan perancangan KSM 32 m ini merupakan salah satu strategi yang diterapkan dalam rangka penguasaan filosofi desain kapal selam, sebagai sasaran antara untuk penguasaan teknologi rancang bangun kapal selam yang lebih besar dan canggih untuk memenuhi kebutuhan pertahanan lautan Indonesia.
Kegiatan rancang bangun kapal selam ini, ungkap Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa (TIRBR), Wahyu W Pandoe, merupakan perwujudan peran dari BPPT yaitu kerekayasaan dan alih teknologi. Para perekayasa di bidang teknik kelautan, permesinan kapal dan naval architect (arsitek perkapalan) ditantang untuk menghadirkan state of the art technology transportasi kemaritiman, yaitu teknologi kapal selam di Indonesia
Ketika ditanya kapan Indonesia akan memiliki kapal selam buatan anak bangsa, dia yakin, pada 2029 atau 2030 bisa melakukan rancang bangun secara mandiri. Ini semua bisa dicapai dengan dukungan penuh kebijakan dan pendanaan dari pemerintah, serta konsorsium industri kapal selam.
Desain Kapal Selam
Kegiatan pengembangan kapal selam ini merupakan sasaran antara dalam rangka mencapai penguasaan teknologi rancang bangun dan rekayasa kapal selam nasional secara total, mencakup perancangan, whole local production, dan MRO (maintenance, repair & overhaul).
Kapal Selam 32 Meter berdasarkan kajian, cukup efektif untuk beroperasi di wilayah Indonesia bagian barat yang relatif dangkal. Alasannya, secara ukuran dan bobot (panjang keseluruhan 32 meter & diameter lambung tekan 3,5 meter) memenuhi karakteristik perairan tersebut, baik untuk transportasi komando, pengintaian-penyadapan, mendeteksi-identifikasi kejahatan di perairan, memblokir jalur transportasi musuh, hingga menyerang kapal selam maupun kapal permukaan musuh.
Kapal selam canggih ini memang dirancang untuk dapat dipersenjatai dengan dua peluncur rudal (heavyweight torpedo) guna mendukung misi operasionalnya.
Di atas kertas, Kapal Selam 32 Meter mampu menyelam hingga kedalaman 150 meter dengan radius operasional sejauh 7.800 km. Sebagai perbandingan, berdasarkan pengukuran Google Maps, jarak perairan dari Ujung Utara Pulau Sumatera hingga Ujung Timur Pulau Jawa saja berkisar 3.000 km.
Mempunyai kapasitas angkut sebanyak 12 awak/pasukan, kapal selam dengan penggerak motor AC (pembangkit listrik diesel generator) mampu melaju hingga kecepatan maksimal 15 knot. Kapal selam ini memiliki kecepatan operasional 7 knot, baik untuk bergerak horizontal maupun kecepatan snorkling-nya (bergerak diagonal), dan kecepatan 4 knot ketika berada dalam mode senyap (stealth), agar tidak terdeteksi oleh musuh.
Salah satu unsur pendukung mode senyap terletak pada teknologi baling baling. Yakni, kompetensi teknologi rancang bangun tersebut dimiliki oleh Balai Teknologi Hidrodinamika (BTH) BPPT.
Proses rancang bangunnya, membutuhkan tahapan yang panjang dengan fasilitas khusus seperti water tunnel dan towing tank yang telah dimiliki. Hasilnya diharapkan baling baling ini selain harus memenuhi gaya dorong dengan efisiensi yang tinggi, juga senyap untuk tak mudah terdeteksi.
Selain pengembangan dan pengujian baling-baling kapal selam, BTH BPPT juga memiliki laboratorium maneuvering basin yang berfungsi untuk menguji performa dari bodi kapal selam.
Dalam menghadapi era proxy war, BPPT juga membantu Kementerian Pertahanan untuk mulai mengembangkan kapal selam tanpa awak, seperti inovasi teknologi BPPT lainnya yakni Drone BPPT PUNA Elang Hitam.