indoposonline.id – Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengajak kepada masyarakat untuk bersyukur karena adanya perubahan sistem ketatanegaraan di Indonesia. Perubahan sistem ini terjadi semenjak political opening pada era reformasi seiring dengan adanya amandemen Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
“Jadi kita ini bersyukur, karena dengan adanya political opening sejak tahun 1998 (sistem) ketatanegaraan kita berubah seiring dengan amandemen konstitusi yang empat kali itu,” kata Siti Zuhro dalam sebuah diskusi virtual Bincang si Ipol bersama indoposonline.id, Selasa (27/7).
Dengan adanya perubahan sistem ini, kata dia, telah terjadi perubahan sistem politik yang semula bersifat ‘sentralisasi’ kini menjadi ‘desentralisasi’. Sistem politik desentralisasi ini pada dasarnya, pemerintah melalui keputusan secara nasional memberikan suatu peluang kepada daerah-daerah untuk mengelola dirinya sendiri.
“Jadi daerah-daerah itu mulai didorong untuk berdaya, sehingga mampu secara mandiri mengelola semua yang menjadi kebutuhannya sesuai dengan DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) yang diberikan kepada daerah-daerah,” terangnya.
Dalam implementasinya, diterangkan Siti Zuhro, sistem politik desentralisasi telah memberikan kesempatan kepada daerah-daerah di Indonesia untuk menunjukan talentanya masing-masing. Ini mengingat kebutuhan daerah sudah tidak bergantung kepada pemerintah pusat.
Hal ini diperkuat dengan payung hukum melalui UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Ya ini tentunya daerah-daerah sangat happy, karena mempunyai suatu panduan yang sangat kokoh,” terang dia.
Bahkan sistem politik desentralisasi juga mempunyai tujuan utama lainnya yang tidak kalah penting. Seperti tidak hanya memberdayakan daerah melainkan juga masyarakatnya.
“Dengan adanya kebhinekaan atau keberagaman yang dimiliki daerah, lalu daerah itu mampu mengolah atau mengkapitalisasi apa yang dimiliki tadi untuk kepentingan rakyatnya. Rakyat diberikan peluang sedemikian rupa tidak hanya urusan pemerintahan bahkan politik,” imbuhnya.
Ditambahkan Siti Zuhro, sistem politik desentralisasi juga mendorong rakyat untuk memiliki rasa tanggungjawab sebagai warga negara (netizen). Dengan begitu, rakyat merasa bangga menjadi warga negara, karena hak dan kewajibannya secara politik telah terpenuhi.
“Rasa ownership itu yang mengikuti kebijakan politik desentralisasi tadi, masyarakat sudah bisa memilih langsung antara lain, wakil-wakilnya baik yang berada di DPRD maupun pemimpin pasangan kepala dan wakil kepala daerah. Nah ini yang antara lain sebetulnya merupakan implementasi dari civil education, hak dan kewajiban masyarakat lokal itu sudah tertuang dalam apa yang menjadi kebijakan nasional politik desentralisasi itu,” tandasnya.(ydh)