IPOL.ID – Gaya hidup masyarakat kini banyak berubah. Pola makan yang tidak sehat, merokok dan jarang bergerak merupakan salah satu faktor seseorang mnederita saraf terjepit. Bila cukup parah dibutuhkan tindakan operasi tulang belakang untuk mengatasinya.
“Kami memiliki metode yang cukup efektif dan efisien mengatasi ganggguan tersebut yakni dengan cara bedah minimal invasif,” ujar CEO RS Premier Bintaro dr. Martha Siahaan MARS., dalam acara webinar Talk to the Expert yang digelar secara virtual, Ahad (29/8).
Gangguan tulang belakang atau popular disebut saraf terjepit harus ditangani dengan cara yang benar. Sebab penanganan yang salah tidak hanya akan membuat rasa sakit berkepanjangan, tetapi juga dapat menurunkan produktivitas seseorang. “Dengan cara ini, pembedahan hanya dilakukan sepanjang sekitar delapan milimeter hingga 1 cm dan dengan pembiusan lokal juga, sehingga pasien bisa cepat pulih,” ujar dr. Omar Luthfi, pembicara dalam webinar kali ini.
Selanjutnya dr Martha menyampaikan bahwa layanan Spine Center RS Premier Bintaro telah berdiri sejak 14 tahun. Telah memiliki teknologi canggih untuk penanganan gangguan tulang belakang. Unit layanan ini juga didukung oleh tenaga ahli yang mumpuni yang siap memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat luas.
“Kami juga secara rutin menggelar edukasi terkait gangguan tulang belakang melalui media sosial dan kegiatan lainnya. Tujuannya agar masyarakat lebih paham apa gejala gangguan tulang belakang dan apa yang harus dilakukan ketika mengalami gangguan tulang belakang ini,” ujar dr. Martha.
Kegiatan Talk to the Expert kali ini, Spine Center RS Premier Bintaro kali ini menghadirkan tiga pembicara sekaligus yakni dr. Omar Luthfi, Sp.OT, dr. Ajiantoro, Sp.OT dan dr. Asrafi Rizki Gatam, Sp.OT (K-Spine). Ketiga narasumber membahas tuntas mengenai beberapa jenis tindakan penangan terkini gangguan tulang belakang seperti teknik endoscopy, bedah minimal invasif, dan pain management.
Dalam paparannya Asrafi Rizki Gatam, menjelaskan spectrum tulang belakang sangat bervariasi, tetapi yang paling banyak datang ke ortopedi adalah sakit pinggang yang disertai gejala nyeri mulai dari paha, menjalar hingga tungkai. Ada juga beberapa pasien yang mengalami sakit tulang belakang di bagian leher dan nyeri dibagian lengan.
“Awalnya pasien sakit pinggang, kemudian ada kesemutan, rasa tertarik seperti ada benang yang menarik di dalam, dibagian bokong pasien. Pada pasien dengan gejala berat, ditemukan keluhan kelemahan fungsi organ lain seperti lutut dan pergelangan tangan, bahkan ada yang kehilangan rasa,” katanya.
Untuk mengobati sakit tulang belakang ini, dokter dapat melakukan terapi mulai dari pemberian obat-obatan, vitamin hingga melakukan tindakan operasi. Terapi tersebut tentu berdasarkan hasil diagnosis dan tingkat keparahan gangguan tulang belakang.
Senada juga dikemukakan dr. Ajiantor. Menurutnya diagnosis menjadi kata kunci penting untuk penanganan gangguan tulang belakang ini.
“Sekitar 70 sampai 80 persen pasien pernah mengalami nyeri punggung atau leher. Karena itu pain manajemen sangat penting karena struktur tulang belakang itu sangat beragam mulai dari ligament hingga syaraf,” tuturnya.
Pain manajemen bisa dilakukan dengan diagnosis mulai dari sudah berapa lama keluhan terjadi, seberapa sering muncul, dan lainnya. Kemudian untuk memperkuat hasil diagnosis, dokter bisa melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain misalnya dengan X Ray, periksaan lab dan lainnya. “Dari keseluruhan proses pemeriksaan itu kita akan tahu masalahnya,” kata dr Aji.
Untuk menangani pasien tulang belakang, tim dokter jelas dr. Omar Luthfi, dapat memberikan obat-obatan seperti obat anti nyeri, anti inflamasi, rekalsan otot dan vitamin neurotropic untuk memberikan nutrisi pada saraf. Pada kasus yang sudah parah dimana obat-obatan tidak memberikan banyak perubahan, tindakan operasi dapat menjadi pilihan pasien.
Meski namanya operasi, dr Omar mengingatkan bahwa saat ini ada metode operasi minimal invasive untuk mengatasi gangguan tulang belakang ini. metode minimal invasif memiliki banyak kelebihan dibanding tindakan operasi konvensional. “Metode ini minim sayatan, hanya sekitar delapan mm hingga satu cm saja. Sehingga operasi bisa dilakukan dengan cepat dan pasien juga bisa pulang hari itu juga,” jelasnya.
Untuk memutuskan apakah seorang pasien gangguan tulang punggung perlu dioperasi atau tidak, tim dokter yang dapat memutuskannya berdasarkan hasil diagnosis yang ditegakkan bersama pemeriksaan penunjang lainnya. (msb/tim)