“Anda juga sampai tertidur?” tanya saya.
“Justru saya selalu tidur di kedai teh seperti itu. Tidak pernah tidur di hotel,” jawabnya.
Agustinus pun memutuskan belajar bahasa Parsi di Afghanistan. Mengapa bukan bahasa Pastun? “Karena bahasa Parsi dipakai lebih luas di kawasan itu. Termasuk di negara sekitar Afghanistan,” katanya.
Di kedai-kedai teh itu pun Agustinus pakai bahasa Parsi. Ternyata umumnya mereka bisa bahasa Parsi. Dan memang Afghanistan adalah wilayah pusat kekaisaran Parsi di masa lalu.
Dari pergaulan sampai di tingkat akar rumput itulah Agustinus tahu betapa sulit hubungan antar suku di sana. Orang Pastun benci orang suku Tajiks. Juga sebaliknya. Demikian juga orang Pastun benci orang Hazaras. Dan sebaliknya.
“Mana yang kurang akurnya lebih berat, Pastun-Tajiks atau Pastun-Hazaras?” tanya saya.
“Pastun-Hazaras,” jawabnya.
Secara fisik orang Pastun dan Tajiks masih mirip: sama-sama tinggi-besar. Orang Hazaras lebih kecil dan pendek. Seperti saya.
“Seperti saya juga,” ujar Hongming. “Saya sering dikira orang Hazaras,” tambahnya.