indoposonline.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfirmasi adanya pengelolaan keuangan APBD DKI yang diduga tidak sesuai peruntukan terkait pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, tahun 2019. Konfirmasi dilakukan terhadap empat saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan, Setia Budi, Jakarta Selatan, Rabu (4/8).
“Para saksi seluruhnya hadir dan dikonfirmasi antara lain pengetahuan para saksi mengenai proses pengelolaan keuangan APBD DKI Jakarta yang diduga terdapat adanya peruntukkan yang tidak sesuai khususnya terkait pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur,” ucap Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (5/8).
Tiga dari empat saksi yang diperiksa, kata dia, berasal dari pihak Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI, yakni Faisal Syafruddin, Asep Erwin dan Edi Sumantri. Sedangkan satu saksi lainnya yakni, Farouk, dari pihak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI. “(Mereka) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RHI (Rudy Hartono Iskandar) dan kawan-kawan,” jelas Ali.
Diduga pemeriksaan terhadap keempat saksi untuk menindaklanjuti temuan KPK soal dokumen pencairan dana yang diterima Perumda Pembangunan Sarana Jaya senilai Rp 1,8 triliun. Dokumen tersebut tercatat dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 405. Selain itu KPK juga menemukan dokumen lainnya bernilai Rp 800 miliar.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri akan menindaklanjuti temuan tersebut untuk didalami lebih lanjut oleh penyidik lembaga antirasuah.
“Tentu akan kita dalami termasuk berapa anggaran yang sesungguhnya diterima BUMD Sarana Jaya. Karena cukup besar angkanya sesuai dengan APBD itu, ada SK Nomor 405 itu besarannya Rp 1,8 triliun,” kata Firli saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Senin (2/8) malam.
Dalam kasus tersebut, KPK sudah menetapkan lima tersangka yaitu, Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM), Rudy Hartono Iskandar, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC); Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Korporasi PT Adonara Propertindo (AP); dan Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian (TA)
Adapun kasus ini terkait pelaksanaan pengadaan tanah oleh PPSJ yang diduga dilakukan secara melawan hukum. Pasalnya, pengadaan tanah tersebut dilakukan tanpa kajian kelayakan terhadap objek tanah dan kajian apresial dan tanpa didukung persyaratan sesuai dengan peraturan-peraturan yang terkait.
Beberapa proses pengadaan tanah juga diduga tidak menyertakan dokumen sebagaimana mestinya, melainkan disusun secara fiktif. Selain itu ditemukan adanya kesepakatan harga awal antara pihak AR dengan PPSJ sebelum proses negosiasi dilakukan. Oleh karenanya, perbuatan para tersangka ini diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 152,5 miliar.
Atas perbuatannya, YRC tersangka lainnya disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke KUHP.(ydh)