Sebetulnya penilaian seperti itu tidak baru. Tapi tetap bikin penasaran.
Kami, di lingkungan aktivis Islam intelektual, sebenarnya juga sering mendiskusikan ayat-ayat Quran seperti itu. Biasa saja. Bahkan lebih sensitif dari itu: Tuhan itu ada atau tidak sih? Apakah orang yang bukan Islam, menurut doktrin Islam, bisa masuk surga? Di universitas seperti UIN –khususnya jurusan filsafat– mendiskusikan yang seperti itu makanan sehari-hari. Bisa sepanjang malam. Bisa mengalahkan drama Korea.
Bedanya, Kace menyelenggarakan itu di YouTube. Isi YouTube-nya itu bukan ceramah. Bukan monolog. Kace sengaja membuka channel YouTube yang mirip Zoom. Live. Siapa saja bisa bergabung di channel itu. Untuk bicara bebas sesuai dengan tema hari itu.
Hanya saja Kace yang memegang ”mikrofon”. Ia bisa mematikan mikrofon siapa saja. Termasuk mikrofon pembicara lain. Dengan cara ia mute.
Jangan harap yang bicaranya emosi tanpa dasar dibiarkan terus bicara. Langsung di-mute oleh Kace.
Saya pernah mengikuti rekaman YouTube-nya yang seperti itu. Tiga jam. Belum juga selesai. Begitu banyak WA dan email terabaikan. Padahal tidak melihat HP 30 menit saja, WA yang harus dijawab begitu banyak. Saya begitu keasyikan menonton acara Kace itu –ingat pelajaran masa-masa di sekolah dulu.