Oleh: Dahlan Iskan
“ORANG yang memiliki palu akan menganggap orang lain hanya seperti paku”.
Itulah Amerika. Yang merasa paling kuat sedunia. Yang bisa menghancurkan siapa saja dengan mudah. Lewat kehebatan senjatanya.
Palu itu pula yang membuat Iraq, Libya, Syria, dan kini Afghanistan hanya ibarat paku. Hal yang sama dilakukan si pemegang palu di Amerika Tengah.
Yang mengucapkan semua itu bukan saya. Tapi seorang ahli dari Amerika sendiri: Prof Jeffrey Sachs. Ia ahli pengentasan kemiskinan dari Columbia University, New York. Ia mengucapkan semua itu tiga hari lalu. Yakni tiga hari setelah Afghanistan jatuh sepenuhnya ke tangan Taliban.
Setelah ini Amerika digambarkan tidak akan peduli lagi pada Afghanistan. Seperti juga tidak peduli lagi pada Iraq, Libya, maupun Syria –setelah mereka hancur.
Jeffrey, si penulis buku best seller dunia The End of Poverty, menggambarkan betapa Afghanistan semakin miskin setelah 20 tahun dalam penaklukan Amerika.
Kemiskinan itulah yang membuat mengapa begitu mudah Taliban kembali menguasai Afghanistan. Terutama setelah diberi tahu secara resmi oleh Amerika sendiri bahwa Amerika segera menarik seluruh tentaranya.