Itu bukan jam tangan sembarangan. Andaikata pun Anda punya banyak uang belum tentu bisa membelinya. Tidak ada lagi toko yang menjual. Pun di Singapura. Jam tangan itu dibuat terbatas di Swiss sana. Konon hanya 100 buah.
Maka kian tahun harganya naik terus. “Waktu saya beli masih Rp 3 miliar. Sekarang sudah ada yang menawar Rp 6 miliar,” katanya.
Nama lengkap Wahyu sangat panjang: Dinar Wahyu Saptian Dyfrig. Tinggal di Pondok Indah Jakarta.
Saya amati di mana letak mahalnya jam tangan itu: saya tidak mengerti. Saya memang tidak punya jam tangan. Pernah punya. Dulu. Lama sekali. Beberapa kali. Tapi selalu pindah tangan.
Lalu saya lihat jaket yang dikenakan Wahyu: Rp 50 jutaan. Merek LV. Saya lirik sepatunya. Sesapuan. Juga LV. Entah berapa harganya.
Saya tidak perlu menebak kaus hitamnya itu. Ada tulisan LV besar di kaus itu.
Hanya tas kecilnya yang bukan LV: Dior. Demikian juga kacamatanya: Dior.
Terjadilah perundingan kecil di lobi Luwansa itu: biar Wahyu saja yang mengantar saya pulang ke SCBD. Anak saya akan langsung ke Surabaya naik mobil.