indoposonline.id – Walhi meminta Pemprov DKI Jakarta membatalkan rencana penggunaan teknologi insinerator hydrodrive untuk pengelolaan sampah. Permintaan ini menyusul adanya konsultasi publik di lingkungan Kelurahan Tebet Barat terkait rencana pembangunan Fasilitas Pengelolaan Sampah Antara (FPSA), Kamis (5/8).
Direktur Eksekutif WALHI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, kegiatan ini berdasarkan informasi merupakan tindak lanjut dari permohonan PT Envitek Indonesia Jaya sehubungan konsultasi publik FPSA oleh PUD Sarana Jaya sebagai pemrakarsa.
Dalam konsultasi yang dihadiri Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, FPSA yang akan dibangun di Taman Tebet ini menggunakan teknologi insinerator (bakar-bakaran sampah) hydrodrive dengan kapasitas 120 ton/hari di atas lahan seluas 13.000 m2.
“Walhi Jakarta secara tegas menolak rencana ini dengan beberapa alasan. Pertama, proyek pengelolaan sampah dengan cara bakar-bakaran sampah (insinerator) tersebut tidak ada dalam kebijakan dan strategi daerah dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga,” katanya kepada indoposonline.id, Jumat (6/8).
Kedua, sambung dia, proyek berpotensi menambah beban pencemaran udara berada di area publik (taman) dan berdekatan langsung dengan permukiman. Di samping itu, beban pencemaran udara Jakarta juga tinggi.
“Bisa dibayangkan area yang biasa di jadikan area publik seperti rekreasi, berolahraga, dan lain sebagainya akan terpapar dampak buruk insinerator. Dengan demikian FPSA dengan teknologi insinerator ini juga bertentangan dengan Perda No 4 Tahun 2019, karena tidak memerhatikan aspek sosial dan tidak tepat guna dalam pengelolaan sampah,” beber Soleh.
Seperti diketahui, teknologi termal seperti insinerator bukan merupakan energi baru, melainkan teknologi lama yang sudah banyak ditinggalkan. “Kami melihat ini adalah cara berpikir pendek Dinas Lingkungan Hidup, Pemkot Jakarta Selatan, dan PUD Sarana Jaya dalam pengelolaan sampah. Karena Gubernur DKI pernah meminta tanggapan publik di media sosial pada 2020 tentang rencana revitalisasi Taman Tebet tersebut. Tidak mungkin rencana FPSA dengan insinerator ini muncul dari publik karena tidak ada masyarakat yang menginginkan proyek yang mengancam wilayahnya sendiri,” tandasnya.
Menurut Soleh, upaya yang seharusnya diperkuat oleh pemerintah adalah pengelolaan sampah berbasis (TPS) 3R berbasis masyarakat. Karena jumlah TPS 3R Jakarta masih jauh dari angka ideal.
Kemudian juga memberikan dukungan dan memperluas praktik-praktik baik pengelolaan sampah yang sudah berjalan di komunitas masyarakat. “Dengan ini Walhi Jakarta meminta kepada Gubernur DKI Jakarta untuk segera membatalkan rencana proyek bakar-bakaran sampah di Taman Tebet, karena berpotensi membahayakan ruang interaksi masyarakat,” desaknya lagi.