IPOL.ID – Hubungan intim seringkali dianggap bisa memberikan manfaat bagi kesehatan. Tak hanya untuk kesehatan mental, melakukan hubungan intim secara teratur juga baik bagi kesehatan tubuh.
Namun apa yang akan terjadi jika hubungan intim itu jarang dilakukan?
Tentunya ini akan berdampak bukan hanya terhadap pada kesehatan tubuh, tapi juka berimbas terhadap kesehatan mental.
Bahkan, tidak adanya hubungan seks atau sentuhan yang intim bisa lebih buruk daripada frustrasi.
Lalu apa lagi yang akan dirasakan oleh tubuh jika aktivitas ranjang ini jarang dilakukan bersama pasangan?
Berikut adalah pandangan dari tiga terapis seks dan psikolog tentang konsekuensi bagi mereka yang tidak melakukan aktivitas seksual untuk jangka waktu lama, seperti dilansir Insider.
1. Menjadi kurang sehat
Menurut Dr Rachel Needle, psikolog dan co-director di Modern Sex Therapy Institutes mengatakan, berhubungan seks dapat membawa manfaat positif bagi kesehatan fisik dan mental seseorang.
Seks bisa menurunkan stres, mengurangi kecemasan dan depresi, serta membantu kita tidur lebih baik.
Manfaat ini sangat penting sehingga orang yang tidak bisa berhubungan seks bisa tetap melakukan masturbasi dan mengalami orgasme.
“Orgasme bisa melepaskan endorfin yang membantu mengurangi stres dan mengarah pada perasaan positif yang membuat kita lebih bahagia,” kata Needle.
2. Tidak berhubungan intim bisa menurunkan kekebalan tubuh
Mereka yang jarang, bahkan berbulan-bulan tidak melakukan hubungan intim berpotensi melemahkan sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan peningkatan tingkat depresi serta kecemasan.
“Ketika jarang melakukan hubungan seks, akan mengalami kurangnya keintiman seksual, terjadi efek yang merusak kesehatan mental, emosional, dan fisik yang mengakibatkan berbagai gejala, perasaan terisolasi, rasa tidak aman, dan harga diri rendah,” kata Dr Dulcinea Pitagora, psikoterapis dan terapis seks di NYC, kepada Insider.
3. Sulit menemukan kembali kehidupan seks
Menurut Pitagora, beberapa orang akan menemui kesulitan menemukan kembali seks setelah lama tidak berhubungan intim.
“Saya menggunakan kata ‘menemukan kembali’, bukan ‘kembali menuju’ karena bisa saja tidak ada kehidupan seks yang sama seperti masa sebelum karantina,” kata Pitagora.
Namun, Pitagora menyebut hal itu bisa menjadi kesempatan bagi seseorang untuk berpikir kritis tentang keinginan dan hasrat seksual mereka.
“Saya katakan, orang bisa mengalami semacam euforia ketika masalah diatasi, dan mereka punya kesempatan untuk mengeksplorasi seksualitas dengan cara yang mungkin telah mereka lakukan sebelumnya,” katanya. []