IPOL.ID – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Barat menerapkan Seruan Gubernur DKI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok di Wilayah Kota Jakarta Barat.
Ada tiga poin yang diperhatikan dalam Seruan Gubernur DKI Nomor 8 Tahun 2021 tersebut. Pertama, memasang tanda larangan merokok pada setiap pintu masuk dan lokasi yang mudah diketahui oleh setiap orang dan memastikan tidak ada yang merokok dikawasan dilarang merokok.
Kedua, tidak menyediakan asbak dan tempat pembuangan puntung rokok lainnya pada kawasan dilarang merokok.
Ketiga, tidak memasang reklame rokok atau zat aditif baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Termasuk memajang kemasan atau bungkus rokok di tempat penjualan.
Langkah ini tentunya diapresiasi warga yang merasa terlindungi dari bahaya asap rokok. Sehingga dapat ditiru oleh Satpol PP di empat wilayah DKI Jakarta lainnya.
Dikonfirmasi ipol.id, Kasatpol PP Jakarta Barat, Tamo Sijabat, belum mau berkomentar tentang apa yang dilakukan satuannya itu.
Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Tubagus Haryo Karbyanto mengapresiasi langkah Satpol PP Jakarta Barat yang mulai menerapkan Seruan Gubernur Nomor 8 Tahun 2021.
Seruan diterbitan bulan Juni dan dieksekusi tiga bulan berikutnya, yakni di bulan September 2021. “Sebetulnya apa yang dilakukan DKI tidak terlalu surprise. Karena sebetulnya 15 kabupaten kota di seluruh Indonesia sudah lebih dahulu menerapkannya. Mereka juga sudah memiliki regulasi bahkan telah mengimplementasikannya dengan baik,” ungkap Tubagus, Kamis (16/9).
Wilayah yang dimaksud di antaranya Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Tasikmalaya dan bahkan di luar Jawa.
Menurut Tubagus, langkah dari Satpol PP Jakarta Barat itu seharusnya diikuti oleh Satpol PP lainnya. Sehingga aturannya dapat terimplementasi secara menyeluruh di seluruh DKI.
Tak hanya diretail modern saja, juga harusnya diterapkan di warung-warung klontong yang ada di sekitar sekolahan dan perumahan penduduk.
“Agar penerapan Seruan Gubernur Nomor 8 ini tidak diskriminatif nantinya,” ujar pengamat tata kota itu.
Menurut dia, akan percuma kalau hanya ditutup di retail modern tapi tidak diterapkan di area tradisional.
Tubagus juga meminta dilakukan penertiban spanduk-spanduk rokok yang masih menjamur di jalan-jalan lingkungan di DKI Jakarta. “Sehingga ke depan Jakarta bebas dari iklan rokok, bukan hanya di outdoor tapi di indoor ada larangan memajang produk tembakau ini,” tegasnya.
Dia menjelaskan, produsen memajang rokok di point of sale merupakan strategi mereka untuk menjaring perokok pemula.
“Bahkan dari penelitian-penelitian yang ada, tahun lalu terungkap metodologi yang dilakukan oleh industri dalam memasarkannya, baik lewat retail, modern dan tradisional, mereka sengaja memajangnya sejajar di mata anak-anak. Produk rokok ini dipajang bersamaan dengan susu dengan makanan kecil, maupun permen,” ungkapnya.
Sangat atraktif, ketika anak melihat permen, susu atau snack sebelahnya melihat bungkus rokok. Dari kecil, memang anak-anak ini diperkenalkan sistematis oleh industri.
Rokok produk adiktif, walaupun tutup akan dicari. Di negara lain tidak ditutup, ditirai, tapi disembunyikan di bawah meja kasir. Tidak ada tirai, display, neon boks, pajangan atau etalase. “Karena jika dipajang, ditutupi tirai akan timbul keingintahuan,” tuturnya. (ibl)