IPOL.ID- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem di masa peralihan (pancaroba) dari musim kemarau ke musim hujan.
“Cuaca ekstrem berpotensi besar terjadi selama musim peralihan. Mulai dari hujan disertai petir dan angin kencang serta hujan es,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati seperti dikutip dari siaran pers BMKG, Kamis (23/9).
Dwikorita menyebutkan, arah angin bertiup sangat bervariasi, sehingga mengakibatkan kondisi cuaca bisa dengan tiba-tiba berubah dari panas ke hujan atau sebaliknya.
Namun, secara umum biasanya cuaca di pagi hari cerah, kemudian siang hari mulai tumbuh awan, dan hujan menjelang sore hari atau malam.
Dijelaskan olehnya, awan Cumulonimbus (CB) biasanya tumbuh di saat pagi menjelang siang, bentuknya seperti bunga kol, berwarna ke abu-abuan dengan tepian yang jelas. Namun, menjelang sore hari, awan ini akan berubah menjadi gelap yang kemudian dapat menyebabkan hujan, petir, dan angin.
“Curah hujan dapat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan yang rawan longsor, kami mengimbau untuk waspada dan berhati-hati,” tuturnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi Guswanto mengatakan, tanda-tanda terjadinya cuaca ekstrem dapat mulai dirasakan di wilayah Jabodetabek. Tanggal 21 September 2021, hujan es yang disertai angin kencang terjadi di sekitar kota Depok dan menyebabkan pohon tumbang serta menimbulkan beberapa kerusakan lainnya.
Berdasarkan analisis citra satelit, kejadian tersebut terjadi karena adanya pertumbuhan awan Cumulonimbus yang sangat aktif terbentuk di sekitar wilayah Jabodetabek mulai siang hari hingga menjelang sore dan menyebabkan hujan dengan kategori “sangat lebat” dalam periode beberapa jam terjadi di wilayah Depok dan Bogor antara siang-sore hari.
BMKG sendiri, kata dia, telah mengeluarkan peringatan dini pada 13 September lalu mengenai potensi cuaca ekstrem selama periode peralihan musim untuk wilayah Jawa Barat dan wilayah lainnya.
Peringatan dini tersebut kemudian dipertajam dengan informasi peringatan dini dalam skala waktu harian di mana pada tanggal 20 September 2021, wilayah Jawa Barat termasuk wilayah yang berpotensi hujan lebat.
Kemudian pada tanggal 21 September 2021, BMKG mengeluarkan lagi informasi peringatan dini cuaca ekstrem yang meliputi wilayah Jabodetabek termasuk wilayah Depok dan sekitarnya mulai siang hari jam 13.30 WIB dengan potensi hingga malam hari.
Cuaca ekstrem yang terjadi disebabkan oleh fenomena gelombang atmosfer yang teridentifikasi aktif di sekitar wilayah Indonesia termasuk di wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Fenomena gelombang atmosfer tersebut adalah MJO (Madden Jullian Oscillation) dan gelombamg Rossby Ekuatorial yang aktif di sekitar wilayah tengah dan timur Indonesia, Gelombang Kelvin yang aktif di sekitar wilayah Jawa dan Kalimantan.
“Kondisi dinamika atmosfer skala lokal yang tidak stabil dengan konvektivitas yang cukup tinggi serta didukung dengan adanya kondisi dinamika atmosfer skala regional yang cukup aktif berkontribusi pada pembentukan awan hujan, menjadi faktor pemicu potensi cuaca ekstrem tersebut,” paparnya.
Lebih lanjut, Guswanto memaparkan bahwa MJO, gelombang Rossby Ekuatorial, dan gelombang Kelvin adalah fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan adanya potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala yang luas di sekitar wilayah fase aktif yang dilewatinya.
Fenomena MJO dan gelombang Kelvin bergerak dari arah Samudra Hindia ke arah Samudra Pasifik melewati wilayah Indonesia dengan siklus 30-40 hari pada MJO, sedangkan pada Kelvin skala harian.
Sebaliknya, Fenomena Gelombang Rossby bergerak dari arah Samudera Pasifik ke arah Samudra Hindia dengan melewati wilayah Indonesia. Sama halnya seperti MJO maupun Kelvin, ketika Gelombang Rossby aktif di wilayah Indonesia maka dapat berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah indonesia. (bam)