Menjelang waktu magrib mereka pulang. Yakni ke sebuah rumah yang mereka pilih. Di situlah pasangan itu akan membangun sarang. Tiap malam, secara bergantian, pasangan itu mengucurkan air liur. Air liur mereka menjadi seperti benang. Dikaitkan sedikit demi sedikit. Berhari-hari. Bermalam-malam. Setelah 45 hari barulah sarang itu jadi. Menghabiskan air liur begitu banyak: demi perkawinan mereka.
Burung walet -sosoknya mirip burung sriti- adalah makhluk yang punya komitmen tinggi soal perkawinan. Tidak akan kawin sebelum punya rumah. Tidak seperti tetangga Kliwon.
Begitu sarang itu jadi, mereka pun kawin. Di situ. Tiap malam pulangnya ke situ. Sampai yang betina bertelur.
“Burung walet itu monogami. Tidak ganti-ganti pasangan,” ujar Dr Sunu. Jantannya tidak pernah ke sarang betina lain.
Burung walet juga istimewa: hanya punya dua telur -persis seperti tetangga Alay. Tidak ada walet yang punya lebih dua telur -dalam sekali bertelur. Tidak pernah juga hanya punya satu telur.
Dua telur itu pun sangat istimewa. Yang satu pasti jantan. Dan satunya betina. Dr Sunu sudah melakukan penelitian itu secara mendalam.