IPOL.ID – Pilpres mendatang diperkirakan masih akan penuh kampanye dengan kebencian.
Demikian disampaikan Prof. Didik J. Rachbini dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (3/9)
Menurut Didik, etika politik di Indonesia tidak diperhatikan, dengan penggunaan buzzer politik yang jahat sekali men-downgrade lawan politik.
“Contoh kasus efektivitas buzzer adalah kasus KPK dengan memunculkan isu Taliban dan non-Taliban di KPK ketika undang-undang KPK hendak diamandemen. Isu ini berhasil, rakyat dan mahasiswa gagal mempertahankan KPK dalam wujud yang asli,” katanya.
Ia juga menyinggung fenomena pencapresan presiden di Indonesia sudah mulai terjadi secara terselubung dengan pemasangan baliho-baliho tokoh dan rencana sistematis di media sosial.
“Sudah ada tokoh-tokoh yang popularitasnya tinggi sehingga upaya bersaing dalam pencapresan ini memang harus melihat peluang keberhasilan dari survei popularitas politik,” jelas Didik.
Menurut Rektor Universitas Paramadina ini dari banyak lembaga survei beberapa saja yang kredibel dan sisanya melakukan akrobat. Menurut Didik, lembaga survei yang independen biasanya akan menghasilkan tradisi akademik yang baik.