Maka keputusan Richard untuk menugaskan Widodo melakukan penelitian nikel sangatlah mendasar.
Widodo sudah lama jadi anak buahnya. Richard tahu kemampuan dan kesungguhan Widodo. Ayah mereka sama-sama orang Jawa Timur.
Widodo itu bukan saja lahir di Porong, sekolah SD pun di SD Negeri 2 desa itu. Karena itu teman-teman Widodo kebanyakan pribumi desa. Hanya ada 3 murid Tionghoa di antara 50 murid satu kelasnya. SMP-nya pun di SMP Negeri Porong filial Sidoarjo. Juga hanya ada 3 siswa yang Tionghoa.
Ketika mau masuk SMA, ayah Widodo ingin anaknya masuk SMA yang diasramakan. Yang disiplinnya keras. Yang mutunya baik. Yang ajaran budi pekertinya bagus. Cinta Tuhan. Cinta sesama manusia. Cinta negara.
“Saya dimasukkan SMA Santo Yusup Malang,” ujar Widodo. “Itulah SMA favorit untuk golongan Tionghoa-peranakan saat itu,” ujar Widodo.
Di zaman ketika lembaga pendidikan Tionghoa masih diizinkan, sekolah itu bernama Hwa Ind. Itulah sekolah Katolik yang didirikan masyarakat Tionghoa peranakan di Malang tahun 1951. Karena itu pasturnya pun Tionghoa: Joseph Wang.