IPOL.ID – Pemerintah diketahui telah resmi menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% terhitung mulai 1 April 2022.
Kenaikan itu dilegalkan dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang baru saja disahkan dalam rapat paripirna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menyambut uu HPP, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, kenaikan PPN dipastikan mengerek sejumlah produk dan harga barang naik pada tahun depan.
Kenaikan PPN yang diikuti merayapnya harga produk di tahun depan berimbas tertahannya pertumbuhan konsumsi. Ada efek langsung dan efek turunannya, padahal konsumsi rumah tangga berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dia menjelaskan, semua barang akan mengalami kenaikan karena efeknya akan berlapis dan pengusaha tidak akan merugi secara drastis karena mereka akan mengalihkan beban terhadap pajak konsumen.
“Pengusaha tidak akan terlalu rugi, namanya pengusaha akan mengalihkan beban pajak kepada konsumen. Kenaikan PPN akan langsung ditransfer ke kenaikan harga,” tukasnya.
PPN direncanakan akan naik lagi menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Namun, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan pemerintah tidak akan mengenakan PPN terhadap sembako bagi kebutuhan masyarakat luas.
“Tahun depan diharapkan menjadi tahun pemulihan ekonomi. Seharusnya di tahun depan pemerintah memaksimalkan stimulus untuk mendorong perekonomian agar bisa tumbuh sebesar-besarnya,” imbuh Piter.
Dia menyarankan adanya stimulus pajak dan bukan sebaliknya menambah beban pajak yang akan menahan pertumbuhan ekonomi. “Kenaikan tarif pajak PPN seharusnya baru dilakukan ketika perekonomian sudah normal, dunia usaha sudah stabil. Itu baru akan terjadi paling cepat tahun 2023,” tandasnya.