IPOL.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan akan mengeksekusi uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun terkait perkara pemanfaatan spektrum 2,1 Ghz untuk jaringan 3G antara PT Indosat dan PT Indosat Mega Media (IM2).
Saat ini, tim jaksa eksekutor tengah mempersiapkan proses eksekusi terhadap perkara yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrach sejak 2014 itu.
“Proses dimaksud sesuai dengan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan (P-48) yang dikeluarkan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sejak tahun 2014,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Senin (18/10) malam.
Leo mengakui pihaknya sempat menemui berbagai kendala sehingga hingga saat ini belum dapat melaksanakan eksekusi. Namun kendala itu tak menyurutkan langkah korpsnya untuk melaksanakan eksekusi.
“Kendala pelaksanaan eksekusi karena adanya gugatan Tata Usaha Negara (TUN) hingga sampai dengan Putusan PK, dan saat ini gugatan TUN telah berkekuatan hukum tetap (inkrach), selanjutnya proses pelaksanaan eksekusi sedang diproses oleh Tim Jaksa Eksekutor,” ujar Leo.
Diketahui, perkara Indosat dan IM2 telah ditangani oleh korps adhyaksa sejak 2012. Saat itu, korps yang dinakhodai Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto telah menetapkan sejumlah tersangka di antaranya, mantan Direktur Utama Indosat Johnny Swandie Sjam dan mantan Dirut IM2, Indar Atmanto.
Berdasarkan pengembangan penyidikan oleh tim penyidik yang dikoordinatori oleh Fadil Zumhana (sekarang Jaksa Agung Muda Pidana Umum) telah menemukan bukti baru adanya keterlibatan korporasi.
Tim penyidik kemudian pada 3 Januari 2013 lalu, telah menetapkan Indosat dan IM2 sebagai tersangka korporasi. Landasan penetapan korporasi itu mengacu Bab 1 Pasal 1 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Landasan lainnya adalah Bab 2 Pasal 2, Pasal 3 junto Pasal 18 ayat 1 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Berdasarkan Pasal 2, perorangan atau korporasi bisa dimintai pertanggungjawaban pidana untuk menyelamatkan kerugian keuangan negara.
Namun beberapa tahun berselang, perkara tersebut tak kunjung dieksekusi meski telah inkrach sejak 2014 lalu. Bahkan perkara tersebut terkesan jalan di tempat, meski pucuk pimpinan Jampidsus telah berganti dari Andhi Nirwanto, Widyo Pramono, (alm) Arminsyah dan saat ini Ali Mukartono. (ydh)