IPOL.ID – Perlakukan China terhadap warga kelompok miniritas di Xinjiang, termasuk komunitas muslim Uighur dikecam 43 negara anggota PBB. Mereka menyampaikan pernyataan bersama terhadap tindakan di luar batas kemanusian rezim komunis, tapi dari daftar 43 negara tersebut, nama Indonesia tidak ada di dalamnya.
Pernyataan bersama itu disampaikan Duta Besar Prancis untuk PBB, Nicolas De Riviere, pada pertemuan Komite Hak Asasi Manusia Majelis Umum PBB, Kamis waktu New York, AS.
Dalam pernyataannya, daftar 43 negara tersebut adalah Albania, Australia, Austria, Belgia, Bulgaria, Kanada, Kroasia, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Eswatini, Finlandia, Jerman, Honduras, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Liberia, Liechtenstein, Lituania, Luksemburg, Kepulauan Marshall, Monako, Montenegro, Nauru, Belanda, Selandia Baru, Makedonia Utara, Norwegia, Palau, Polandia, Portugal, San Marino, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Turki, Inggris Raya, Amerika Serikat, dan Prancis.
Turki sendiri pada akhirnya bergabung dalam kelompok pengecam, meski sebelumnya membela China. “Kami sangat prihatin dengan situasi di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang,” kata Nicolas De Riviere.
“Laporan berbasis kredibel menunjukkan adanya jaringan besar kamp ‘pendidikan ulang politik’ di mana lebih dari satu juta orang telah ditahan secara sewenang-wenang,” tudingnya.
“Kami telah melihat semakin banyak laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang meluas dan sistematis, termasuk laporan yang mendokumentasikan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, sterilisasi paksa, kekerasan seksual dan berbasis gender, dan pemisahan paksa anak-anak,” tutur Nicolas De Riviere.
Sebanyak 43 negara tersebut meminta China mengizinkan akses segera, bermakna, dan tanpa batas ke Xinjiang bagi pengamat independen. Termasuk Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dan kantornya.
Pekan ini, Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI), merilis laporan baru yang merinci “arsitektur penindasan” Xinjiang. Disimpulkan, hal itu telah dikembangkan untuk menindas orang-orang Uighur.
Laporan itu mengatakan setidaknya 1.869.310 warga Uighur dan warga lainnya di Xinjiang dipilih setelah mereka ditemukan menggunakan Zapya, aplikasi pesan seluler.
Pernyataan itu ditolak mentah-mentah kubu pro-China. Kuba mengeluarkan pernyataan tandingan atas nama 62 negara lain yang mengatakan Xinjiang adalah urusan dalam negeri China.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengutuk tuduhan tak berdasar dan kebohongan. Mereka menuduh Amerika Serikat dan beberapa penandatangan lain menggunakan hak asasi manusia sebagai dalih untuk manuver politik untuk memprovokasi konfrontasi.
Dia sangat membela perkembangan Xinjiang, dengan mengatakan kehidupan rakyatnya semakin baik dari hari ke hari. “Dan rencana Anda untuk menghalangi pembangunan China pasti akan gagal,” cetus Zhang Jun dilansir Al Jazeera, Jumat (22/10).