IPOL.ID – Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Ahmad Maryudi menjadi satu-satunya peneliti kehutanan asli Indonesia yang masuk dalam daftar World’s Top 2% Scientists 2021.
Pemeringkatan itu dikeluarkan oleh Stanford University, Amerika Serikat, baru-baru ini. Prestasi ini merupakan kali kedua bagi Prof Maryudi setelah tahun 2020 lalu juga masuk dalam daftar peringkat prestisus tersebut.
“Hal ini membuktikan bahwa peneliti Indonesia bisa bersaing dengan peneliti top dunia,” ujar Prof Maryudi dalam siaran persnya, di Yogyakarta, Sabtu (30/10).
Pemeringkatan yang dipimpin oleh Prof Dr John Ioannidis tersebut menggunakan kriteria/indikator yang bermutu dan sistem perhitungan yang ketat dan rigid.
Kriterianya mencakup, publikasi di jurnal ilmiah internasional bereputasi dan seberapa banyak publikasi tersebut dirujuk oleh peneliti lain. Sebelum pemeringkatan dilakukan, kriteria dan indikator telah diuji dan ditelaah oleh para ahli, serta telah dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi.
Pemeringkatan Stanford University tersebut dilakukan untuk seluruh bidang keilmuan, eksakta dan sosial. Untuk tahun 2021, secara keseluruhan hanya ada 58 dosen/peneliti (termasuk peneliti asing) yang berafiliasi institusi yang berkantor di Indonesia yang masuk dalam daftar tersebut. Untuk bidang kehutanan, hanya ada 1 peneliti asing yakni Dr Peter Homgren yang berafiliasi di Center for International Forestry Research (CIFOR).
“Saya merasa senang bisa masuk dalam daftar prestisius tersebut, dan hasil penelitian yang kami lakukan banyak dijadikan rujukan oleh peneliti lain di seluruh dunia,” jelas Prof Maryudi.
Jembatan riset dan kebijakan kehutanan
Meski demikian, Prof Maryudi mengatakan, masih terdapat keprihatinan akan kondisi hutan Indonesia yang belum terlalu menggembirakan, terlepas berbagai upaya keras dari berbagai pihak.
Ke depannya, Prof Maryudi juga berharap agar kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia lebih banyak berbasis hasil penelitian (evidence-based). Disebutkan bahwa “good science” bisa menjadi basis good policy. Namun sering ada gap antara ranah penelitian dan kebijakan”.
Menurut dia, hutan Indonesia mempunyai peran strategis tidak hanya untuk kepentingan nasional dan lokal. Masyarakat internasional juga berharap penyelamatan hutan tropis Indonesia.
“Saya mulai sering dilibatkan dalam proses-proses kebijakan nasional. Bahkan uang terbaru, saat ini saya menjadi tim ahli delegasi pemerintah Indonesia untuk Forest, Agriculture and Commodity Trade (FACT) Dialogue dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau 26th annual UN Climate Change Conference (COP26), di Glasgow, November 2021 mendatang.
“Melalui keterlibatan ini, saya berharap dapat memberi masukan untuk menjembatani riset dan kebijakan-kebijakan kehutanan,” tutup Prof Maryudi. (rob)