IPOL.ID – Pengamat Migas Ferdinand Hutahaean ikut buka suara terkait kelangkaan BBM Solar Subsidi di sejumlah wilayah Pulau Sumatera. Dia merasa heran dengan anggapan sebagian pihak yang menyalahkan Pertamina terkait kelangkaan tersebut.
“Jika kita melihat sekarang ini, terkesan publik menyalahkan Pertamina. Publik tidak tahu apa penyebab dari kelangkaan solar ini, meskipun baru di beberapa wilayah,” ujar Ferdinand dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (26/10).
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) ini menambahkan, kelangkaan BBM Solar di sejumlah daerah Sumatera lebih disebabkan kesalahan BPH Migas. Ferdinand menilai lembaga tersebut tidak profesional dan tidak mampung menghitung kuota di wilayah yang mengalami kelangkaan solar.
“Kuota ini yang menentukan BPH Migas. Mereka yang menetapkan kuota berapa besar di setiap wilayah,” ujar Ferdinand.
Dia mengatakan, PT Pertamina Patra Niaga tidak bisa serta merta disalahkan atas terjadinya kelangkaan tersebut. Ferdinand menyebut perusahaan migas milik negara itu memiliki stok cadangan BBM yang sangat cukup. Pertamina juga dianggap punya stok cadangan yang cukup untuk kebutuhan 30 hari ke depan.
“Saya menduga, ini bukan kesalahan Pertamina. Karena masalah suply dan stok cadangan, Pertamina memiliki cadangan atau stok yang sangat cukup. Bahkan kalau tidak salah stok cadangan BBM kita cukup untuk 30 hari ke depan. Jadi tidak mungkin langka. Tidak mungkin juga masalah distribusi yang macet,” papar dia.
Ferdinand berharap pihak Pertamina dan BPH Migas menjelaskan secara kepada masyarakat apa penyebab terjadinya kelangkaan suply BBM khususnya solar. Hal ini dianggap perlu, agar publik tidak menganggap Pertamina yang salah dalam situasi ini.
“Saya sendiri tidak yakin, Pertamina gagal. Karena dari cadangan, Pertamina punya cadangan BBM yang cukup untuk 23 hari ke depan. Tidak mungkin langka dan tidak mungkin kurang,” ujar dia.
Berdasarkan peryataan resmi PT Pertamina Patra Niaga menyebutkan, kelangkaan BBM Solar disebabkan terjadinya peningkatan konsumsi BBM yang tercatat secara nasional pada kuartal 3 tahun 2021 mencapai 34 juta kilo liter (KL) atau meningkat hingga 6 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Secara rinsi disebutkan, BBM gasoline (bensin) meningkat sekitar 4 persen, dan untuk gasoil (diesel) terjadi peningkatan 10 persen.
“Bahkan untuk Solar subsidi konsumsi harian sejak September mengalami peningkatan 15 persen dibandingkan rerata harian di periode Januari sampai Agustus 2021. Kenaikan signifikan terjadi di beberapa wilayah seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara serta Riau,” jelas Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting dalam siaran persnya, Senin (18/10) kemarin.
Ferdinand mengatakan, jika kelangkaan terjadi karena meningkatnya komsumsi masyarakat akan BBM adalah hal wajar. Namun, justru hal ini membuktikan kegagalan BPH Migas dalam menghitung kuota di setiap daerah, khususnya yang mengalami kelangkaan.
“Jika komsumsinya meningkat, harusnya BPH Migas dari awal sudah menghitung secara cermat kebutuhan BBM, sehingga tidak mungkin terjadi kelangkaan. Kalau benar peryataan Pertamina seperti itu, saya harus menyalahkan BPH Migas. Artinya BPH Migas gagal menghitung kebutuhan BBM secara benar dan akurat,” pungkas Ferdinand. (rob)