Hal ini menyulitkan orang untuk mengakses terapi sebelum mereka cukup merasa sakit dan mendatangi rumah sakit. Sedangkan remdesivir hanya disetujui untuk mereka yang sudah dirawat di rumah sakit dengan COVID-19.
“Lebih baik untuk memukul lebih awal, memukul keras dengan antivirus,” kata Richard Plemper, ahli virologi di Georgia State University di Atlanta, seperti dilansir nature.com.
Semakin sakit pasien, semakin kurang efektif obat dalam mengobati penyakitnya. Pil COVID-19, yang hanya memerlukan resep dan pergi ke apotek begitu gejalanya muncul, akan membuat pengobatan dini jauh lebih mudah.
COVID-19 bukanlah penyakit pertama yang disebabkan oleh virus corona yang berdampak serius pada manusia. Ada epidemi sindrom pernapasan akut (SARS) 2002-2004 dan wabah sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) pada tahun 2012. Keduanya tidak pernah menyebar luas, ini berarti pembuat obat memiliki sedikit insentif untuk mengembangkan antivirus terhadap penyakit ini.
“Jadi ketika kasus pertama COVID-19 muncul pada akhir 2019, tidak ada portofolio antivirus yang menunggu,” ungkap Saye Khoo, dokter penyakit menular di University of Liverpool, Inggris, yang telah memimpin uji klinis molnupiravir.