IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mencari barang bukti lain terkait kasus dugaan suap, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Bupati Probolinggo non aktif, Puput Tantriana Sari. Pada Kamis (4/11), tim penyidik kembali menggeledah sejumlah tempat di Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur.
“Pada Kamis (4/10), penyidik selesai menggeledah dua tempat di dalam bangunan yang beralamat di Krajan 2, Rangkang, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui keterangannya, Jumat (5/11).
Dari tempat penggeledahan, KPK menemukan dan mengamankan berbagai bukti antara lain berupa dokumen dan alat elektronik yang diduga berkaitan dengan perkara.
“Tim Penyidik selanjutnya akan menelaah bukti-bukti tersebut untuk memastikan ada hubungannya dengan perkara ini dan kemudian segera dilakukan penyitaan sebagai kelengkapan berkas perkara tersangka PTS (Puput Tantriana Sari) dan kawan-kawan,” ujar Ali.
Sebelumnya, Rabu (27/10), KPK juga menggeledah sejumlah tempat lainnya di Kabupaten Probolinggo. Di antaranya, rumah kediaman di desa Pabean, Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo; rumah kediaman di Desa Kalirejo Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo; dan rumah Kediaman di Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo.
Dalam kasus itu, KPK diketahui awalnya menjerat Bupati Probolinggo dan suaminya yang juga anggota DPR Hasan Aminuddin, terkait suap jual beli jabatan kepala desa. Keduanya ditangkap melalui operasi tangkap tangan pada akhir Agustus lalu.
KPK kemudian juga menjerat keduanya dengan dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU. Adapun pada kasus suap jual beli jabatan kepala desa, KPK menetapkan total 22 tersangka, termasuk sejumlah camat dan para calon penjabat kepala desa.
Di antaranya, sebagai penerima, Doddy Kurniawan (DK) Camat Krejengan, Muhamad Ridwan (MR) Camat Paiton termasuk Puput dan Hasan.
Sedangkan sebagai pemberi dari pihak ASN Pemkab Probolinggo yaitu Sumarto (SO), Ali Wafa (AW), Mawardi (MW), Maliha (MI), Mohammad Bambang (MB), Masruhen (MH), Abdul Wafi (AW), Kho’im (KO), dan Akhmad Saifullah (AS).
Kemudian Jaelani (JL), Uhar (UR), Nurul, Hadi (NH), Nuruh Huda (NUH), Hasan (HS), Sahir (SR), Sugito (SO), dan Samsuddin (SD).
Dalam jual beli jabatan itu, para ASN yang ingin menjadi kepala desa diharuskan masing-masing menyetor Rp20 juta. Selain menyetor Rp20 juta, ada juga upeti tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta per hektare.(ydh)