IPOL.ID – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) kini resmi digunakan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Integrasi ini resmi berlaku menyusul Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menandatangani Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) pada 29 Oktober 2021.
UU tersebut terdiri dari sembilan bab dengan enam ruang lingkup pengaturan. Masing-masing lingkup pengaturannya adalah Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, dan Cukai.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor menjelaskan, UU HPP juga mengatur dua hal utama yaitu asas dan tujuan.
“Harmonisasi Peraturan Perpajakan diselenggarakan berdasarkan asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepentingan nasional,” kata Neilmaldrin, kemarin.
Lebih lanjut dikatakan, perubahan UU PPh berlaku mulai Tahun Pajak 2022, perubahan UU PPN berlaku mulai 1 April 2022, perubahan UU KUP berlaku mulai tanggal diundangkan, kebijakan PPS berlaku 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, Pajak Karbon mulai berlaku 1 April 2022, dan perubahan UU Cukai berlaku mulai tanggal diundangkan. Adapun Ruang Lingkup Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:
– Pemberlakukan NIK menjadi NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan tetap memperhatikan syarat subjektif dan objektif.
– Penurunan besaran sanksi dan pengenaan sanksi dengan menggunakan suku bunga acuan dan uplift factor pada saat pemeriksaan dan WP tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)/membuat pembukuan.
– Kesetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding WP.
– Pengaturan asistensi penagihan pajak global.
– Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding.
– Kewenangan pemerintah untuk melaksanakan kesepakatan di bidang perpajakan dengan negara mitra secara bilateral maupun multilateral.
– Penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remidium melalui pemberian kesempatan kepada WP untuk mengembalikan kerugian pada pendapatan negara bahkan hingga tahap persidangan.