IPOL.ID – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong tim jaksa penyidik Pidana Khusus Kejagung lebih maksimal memburu aset terdakwa kasus dugaan korupsi Asabri.
Hal ini perlu dilakukan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp22 triliun lebih.
Salah seorang terdakwa kasus Asabri yang juga terlibat dalam kasus Jiwasraya, Heru Hidayat, disebut aset dan hartanya yang disita masih sangat jauh dari kerugian negara yang ditimbulkan. Malah diduga saat ini kekayaannya justru semakin bertambah.
Nama Heru Hidayat masuk dalam daftar 100 orang terkaya di Indonesia versi Forbes Indonesia pada akhir 2020. Forbes menyebutkan, Heru memiliki total kekayaan yang mencapai USD530 juta.
Padahal pada 2018, dua tahun sebelum munculnya kasus Jiwasraya di awal 2020, jumlah kekayaannya baru USD440 juta.
Di sisi lain, kekayaan Benny Tjokro (terdakwa di kasus Asabri juga) versi Forbes pada 2018 jauh di atas Heru Hidayat yakni USD670. Namun pada 2020 namanya sudah tidak ditemukan lagi di daftar orang terkaya.
Melansir laman Forbes, penentuan daftar orang terkaya di Indonesia ini memakai metode kepemilikan saham dan informasi keuangan yang diperoleh dari keluarga dan individu, bursa saham, laporan tahunan, dan analisis. Peringkat tersebut mencantumkan kekayaan individu dan keluarga, termasuk yang dibagikan di antara kerabat.
Karena itu, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, sudah saatnya tim penyidik lebih memaksimalkan pelacakan aset-aset milik terdakwa dan tersangka, baik di dalam maupun di luar negeri. Termasuk melacak aset-aset yang diduga terafiliasi dengan sejumlah mitranya.
“Kemarin alasan Covid, (sekarang) sudah mereda mestinya bisa dilacak termasuk ke luar negeri. Sudah bisa masuk Hong Kong, Singapura, termasuk Amerika. Sekarang dilacak lagi agar (pengembalian kerugian negara) mendapatkan hasil maksimal,” kata Boyamin kepada wartawan, Senin (8/11).
Menurut dia, tim penyidik harus lebih bekerja keras lagi dalam mengusut tuntas kasus Asabri, khususnya soal pengembalian kerugian negara yang mencapai Rp22,7 triliun. Maka siapapun yang terlibat, baik yang mengatur dan menikmati, harus dijadikan tersangka.
Apalagi pada kesempatan sebelumnya, dalam persidangan kasus Asabri di Pengadilan Tipikor pekan lalu, mulai terkuak fakta-fakta baru. Di antaranya, terungkap peran terdakwa Heru Hidayat dan mitranya di sejumlah perusahaan. Di mana ada transaksi yang diduga untuk kepentingan yang bersangkutan dengan Asabri yang menggunakan nama mereka.
Beberapa mitra tampak berusaha menghindar mengetahui transaksi menggunakan namanya dengan memberikan keterangan yang berubah-ubah, sehingga ada keterangan yang dipandang hakim tidak wajar.
Salah satunya keterangan saksi Wijaya Mulya. Direktur Utama salah satu perusahaan dalam grup perusahaan Heru Hidayat yang mengungkap fakta soal identitas dirinya ikut transaksi saham tapi tanpa sepengetahunnya.
Wijaya mengaku sering disodorkan dokumen pembukaan rekening untuk di tandatangani, yang disodorkan sekretaris atau OB (office boy). Wijaya mengaku langsung menandatangani dokumen tanpa bertanya terlebih dahulu.
Ini mengagetkan majelis hakim. “Bagaimana saudara tanda tangan atas perintah OB? Engga logis saudara,” tukas hakim Eko.
Ada pula saksi yang merupakan mitra dan komisaris di beberapa perusahaan Heru yang mengaku disodori dokumen secara langsung oleh Heru. Namun tidak menanyakan dan tidak mengetahui identitasnya, ternyata digunakan untuk bertransaksi dengan Asabri.
“Pokoknya siapapun diduga terlibat, ada dua alat bukti, ikut membantu dan menikmati hasil, layak ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Boyamin.
Boyamin juga berharap penyidik tak pandang bulu dalam mengusut siapapun yang terlibat. “Ini menyangkut pengembalian negara supaya maksimal. Maka siapapun diduga terkait apalagi menikmati harus diseret ke pengadilan tanpa pandang bulu,” pintanya. (msb/ydh)