IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua pimpinan PT Karya Utama Bangun Nusa terkait kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Banyuasin tahun anggaran 2021.
Keduanya, yaitu Bambang Sri Oetomo selaku Direktur Utama dan Rachmat Setiawan Komisaris Utama. Menurut Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mereka akan diperiksa untuk tersangka Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Herman Mayori.
“Hari ini (pemeriksan) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin tahun anggaran 2021, untuk tersangka HM (Herman Mayori),” kata Ali Fikri, Selasa (9/11).
Belum diketahui materi yang akan digali oleh penyidik terhadap kedua saksi tersebut. Namun saat ini lembaga antirasuah sedang fokus melengkapi pemberkasan para tersangka.
“Pemeriksaan dilakukan di Satbrimob Polda Sumatera Selatan, Jalan Srijayanegara Bukit Besar, Kelurahan Bukit Lama Kecamatan Ilir Barat 1 Palembang,” jelas Ali.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka di antaranya, Bupati Musi Banyuasin periode 2017-2022, Dodi Reza Alex (DRA); Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Herman Mayori (HM); Kabid Sumber Daya Air (SDA)/Pejabat Pembuatan Komitmen (PPK), Eddi Umari (EU); dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara, Suhandy (SUH).
Penetapan keempat tersangka itu bermula adanya kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) oleh lembaga antirasuah terhadap sejumlah orang di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel dan DKI Jakarta pada Jumat (15/10).
“Dari kegiatan ini, Tim KPK selain mengamankan uang sejumlah Rp270 juta, juga turut diamankan uang yang diamankan pada MRD (ajudan Bupati Musi Banyuasin) sejumlah Rp1,5 miliar,” tutur Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam jumpa pers beberapa waktu lalu.
Atas perbuatan tersebut, SUH selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf A atau Pasal 5 ayat 1 huruf b. Atau Pasal 13 UU No 13 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan RA HM dan EU selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf A atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 13 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20 Tahun 2021. (ydh)