IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau pasrah dengan vonis empat tahun penjara yang diberikan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta kepada mantan Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino.
KPK melalui jaksa penuntut umum (JPU) memilih untuk menempuh upaya hukum banding terhadap terdakwa korupsi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
“Tim jaksa KPK, Senin (20/12) telah menyatakan upaya hukum banding dalam perkara terdakwa RJ Lino melalui kepaniteraan pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (21/12) malam.
Adapun alasan banding tim jaksa itu, dijelaskan dia, karena tidak dipertimbangkannya pembebanan pembayaran uang pengganti pada perusahaan Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science And Technology Group Co. Ltd (HDHM) sejumlah USD1.997.740,23.
Beban uang pengganti itu sebagai akibat dari perbuatan terdakwa RJ Lino, sehingga belum dapat tercapainya upaya asset recovery secara optimal dari tindak pidana korupsi tersebut.
“Adapun uraian lengkap alasan banding jaksa itu akan tertuang dalam memori banding yang akan segera dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi Jakarta,” jelas dia.
Atas upaya hukum banding tersebut, KPK berharap Majelis Hakim tingkat banding mempertimbangkan dan memutus sebagaimana apa yang disampaikan oleh tim jaksa dalam uraian surat tuntutan
“Karena penanganan korupsi sebagai kejahatan luar biasa tentu tidak hanya soal penegakkan hukum demi rasa keadilan. Namun bagaimana penegakkan hukum itu juga mampu memberi efek jera untuk mencegah perbuatan serupa kembali terulang diantaranya melalui pidana denda, uang pengganti dan perampasan aset hasil tindak pidana untuk pemasukan kas negara,” kata Ali.
Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Richard Joost Lino atau RJ Lino divonis 4 tahun penjara. Majelis hakim menilai, RJ Lino terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tiga unit quay container crane di PT Pelindo II tahun 2010.
RJ Lino dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. (ydh)