IPOL.ID – Komisi Kejaksaan (Komjak) mengapresiasi Kejaksaan Agung (Kejagung) yang telah mengungkap sejumlah kasus besar terkait tindak pidana korupsi. Di antaranya kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang diduga merugikan negara Rp16,8 triliun dan PT Asabri sebesar 22,1 triliun.
Tak hanya itu, Komjak juga mendukung adanya penerapan tuntutan mati terhadap Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram), Heru Hidayat, yang berstatus terdakwa korupsi PT Asabri. Tuntutan mati ini kali pertama dilakukan oleh Korps Adhyaksa terhadap terdakwa korupsi.
“Komisi Kejaksaan memberikan dukungan penuh kepada Kejaksaan untuk menerapkan hukuman maksimal termasuk pidana mati terhadap para koruptor yang telah merampas hak rakyat dan merugikan negara triliunan rupiah,” ungkap Ketua Komjak, Barita Simanjuntak dalam catatan akhir tahun 2021 Komjak melalui siaran virtual, Jumat (31/12).
Meski begitu, Barita tetap meminta jajaran Kejaksaan terus mengoptimalkan proses eksekusi (pelelangan) terhadap aset-aset yang telah dinyatakan dirampas untuk negara tersebut. “Karena hal itu sebagai upaya pemulihan kerugian keuangan negara,” jelasnya.
Terkait penerapan eksekusi mati terhadap Heru Hidayat, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak sebelumnya mengungkapkan ada sejumlah alasan yang dipertimbangkan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Di antaranya, kerugian keuangan negara yang sangat besar mencapai Rp22,7 triliun. Di mana atribusi dari kerugian keuangan negara dinikmati oleh terdakwa sebesar Rp12,6 triliun.
“Nilai kerugian keuangan negara dan atriubusi yang dinikmati oleh terdakwa Heru Hidayat sangat jauh di luar nalar kemanusiaan dan sangat menciderai rasa keadilan masyarakat,” kata Leonard.
Selain itu, Heru Hidayat pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terkait korupsi PT Asuransi Jiwasraya (AJS) senilai Rp16,8 triliun. Dari jumlah kerugian negara itu, atribusi yang dinikmati oleh terdakwa Heru Hidayat seluruhnya sebesar Rp10,7 triliun. “Perkara ini telah memperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),” jelasnya.
Pertimbangan hukum lainnya, Heru Hidayat juga tidak memiliki sedikitpun empati dengan beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela. Serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah.
“Bahkan sebaliknya, terdakwa dengan sengaja berlindung pada suatu perisai yang sangat keliru dan tidak bermartabat, bahwa transaksi di pasar modal adalah perbuatan perdata yang lazim dan lumrah,” ketus Leonard.
Ditambahkannya, Heru Hidayat dalam persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah apalagi suatu penyesalan sedikitpun atas perbuatan yang telah dilakukannya. Sikap itu jelas mengusik nilai-nilai kemanusiaan kita dan rasa keadilan sebagai bangsa yang sangat menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. (ydh)