Selain itu, Pertamina sebagai badan usaha migas juga tak lepas dari kondisi ekonomi global akibat COVID-19. “Sunggung beruntung ketika terjadi oil shock, kerugian Pertamina tidak terlalu dalam pada 2020 lalu. Dan kini, ketika harga crude oil fuktuatif dan cenderung tinggi, Pertamina juga menghadapi tantangan yang tidak mudah,” lanjut Sugeng.
“Makanya, semua pihak harus menahan diri, bijak, rasional, tidak saling ego menang sendiri. Jangan korbankan kepentingan rakyat,” tegasnya.
Tidak hanya itu. Menurut Sugeng, Pertamina saat ini juga menghadapi tantangan. Tantangan Pertamina adalah, bagaimana turut merumuskan strategi dan implementasi bagi tercapainya bauran energi nasional dengan EBT mencapai 23 persen di tahun 2025, seperti dicanangkan Pemerintah.
“Isu global warming, decarbonisasi, dan transisi energi ke energi terbarukan, mengharuskan Pertamina mengubah orientasi dan strategi harus dijalankan,” pungkasnya.
Mengenai rencana aksi pada 29 Desember 2021 dan 7 Januari 2022, sebelumnya sudah disampaikan FSPPB. FSPPB sudah melayangkan Surat Disharmonisasi Hubungan Industrial Pertamina kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Menteri BUMN Erick Thohir, Jumat (10/12) lalu. (rob)