IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Kepala Divisi I PT Waskita Karya tahun 2008-2012, Adi Wibowo. Adi merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan Gedung IPDN Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, tahun 2011.
“Untuk mempercepat proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa
penahanan pada tersangka AW (Adi Wibowo),” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (11/1).
Adi ditahan selama 20 hari pertama terhitung mulai 11 Januari 2022 sampai dengan 30 Januari 2022. “Tersangka ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” jelas Ghufron.
Meski begitu, KPK tetap memberlakukan isolasi mandiri terhadap tersangka sebelum ditahan. “Isolasi mandiri selama 14 hari untuk mencegah penyebaran Covid 19 di dalam lingkungan Rutan KPK pada rutan dimaksud,” ujarnya.
Pada kasus ini, Kepala Divisi I PT Waskita Karya tahun 2008-2012, Adi Wibowo ditetapkan tersangka pada 2018 lalu. Sebelumnya, KPK juga menetapkan dua tersangka lain yakni, Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (AKPA), Duddy Jocom dan Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya, Dono Purwoko.
Terkait konstruksi perkara, Kementerian Dalam Negeri pada 2011 lalu telah merencanakan empat paket pekerjaan pembangunan gedung Kampus IPDN. Di antaranya gedung Kampus IPDN Gowa, Sulawesi Selatan dengan nilai kontrak sebesar Rp125 miliar.
“Agar bisa mendapatkan proyek tersebut, tersangka AW diduga melakukan pengaturan bagi calon pemenang lelang di antaranya dengan meminta pihak kontraktor lain mengajukan penawaran diatas nilai proyek PT WK (Waskita Karya),” papar Ghufron.
Selain itu, AW juga menyusun dokumen kontraktor lain sedemikian rupa sehingga tidak memenuhi persyaratan dan nantinya mempermudah PT WK dimenangkan.
Agar pembayaran bisa dilakukan 100 persen, AW kembali diduga memalsukan progres pekerjaan hingga mencapai 100 persen dimana fakta di lapangan hanya mencapai progres 70 persen serta adanya pencantuman perubahan besaran denda yang lebih ringan dalam kontrak pekerjaan.
Selain itu, AW juga diduga menyetujui pemberian sejumlah uang maupun barang bagi PPK maupun pihak-pihak lain di Kemendagri.
“Akibat perbuatan tersangka, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan
negara sekitar sejumlah Rp27 miliar dari nilai kontrak sebesar Rp125 miliar,” ujar Ghufron.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ydh)