Hal itu menyusul adanya perbuatan melawan hukum yang ditemukan dalam penyelidikan kasus tersebut. Di antaranya, bahwa proyek ini dinilai tak direncanakan dengan baik.
Salah satunya, kontrak dengan Avanti, perusahaan penyewaan satelit sementara pengisi orbit (floater), dilakukan padahal anggarannya tak tersedia dalam DIPA Kemenhan.
“Seharusnya saat itu kita tak perlu melakukan penyewaan tersebut karena di ketentuannya saat satelit lama tak berfungsi masih ada waktu tiga tahun masih bisa digunakan. Tapi dilakukan penyewaan. Di sini kami melihat ada perbuatan melawan hukum,” kata mantan Kajati DKI tersebut.
Selain itu, tambahnya, satelit yang disewa juga tak dapat berfungsi dan spesifikasinya tak sama. “Jadi indikasi kerugian negara yang kami temukan hasil dari diskusi dengan auditor, uang sesudah keluar adalah Rp500 miliar lebih, dan ada potensi kerugian US$ 20 juta karena kita sedang digugat,” jelas Febrie. (ydh)