IPOL.ID – Banjir di Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, pada Rabu (5/1) kemarin, merupakan fenomena alam yang terjadi setiap bulan purnama. Sehingga air laut menjadi pasang terlebih di kawasan pesisir pantai utara jakarta.
Dimintai komentarnya mengenai banjir rob yang terjadi di wilayah utara jakarta, pada Kamis (6/1). Pengamat Tata Kota/Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan, Nirwono Joga menjelaskan, menurut catatan dia, pertama, banjir rob merupakan fenomena alam yang terjadi setiap bulan purnama dan air laut pasang di kawasan pesisir pantai utara jakarta.
“Seharusnya sudah bisa diantisipasi karena dapat diprediksi kapan terjadinya dan lokasi mana saja yang terdampak,” beber Nirwono Joga, Kamis (6/1).
Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta harus merestorasi kawasan pesisir seperti memundurkan/membebaskan bangunan dan perumahan di sepanjang pesisir 32 kilometer (km) Pantura Jakarta, selebar 500 meter ke arah darataan. Kemudian warga direlokasi ke rusun terdekat beserta fasilitas pendukungnya yang lengkap.
Lebih jauh, sambung Nirwono, kawasan yang telah dibebaskan dikembalikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) hutan pantai atau hutan mangrove sebagai benteng alami memitigasi banjir rob, mencegah abrasi pantai dan intrusi air laut, meredam terjangan tsunami, serta memperbaiki kualitas lingkungan pesisir dan habitat satwa liar pantai.
“Kawasan pesisir pantai harus bebas polusi, sampah dan limbah, terutama yang mengalir di muara sungai. Pemprov DKI juga dapat mengolah air muara pantai sebagai sumber air baku warga pesisir,” ujar dia.
Sementara, menurutnya, pembangunan tanggul dan pengadaan pompa tidak akan berkelanjutan dalam jangka panjang. Karena perlu perawatan dan pemeliharaan yang sangat mahal dan terus meningkat pembiayaannya.
“Restorasi kawasan pesisir pantai seperti dijelaskan diatas dan pembangunan waduk-waduk buatan akan lebih baik, lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan,” tutup Nirwono. (ibl)