IPOL.ID – Penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Agung memeriksa dua petinggi PT Prioritas Raditya Multifinance (PRM) terkait kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwa Taspen (AJT) Tahun 2017-2020.
Keduanya antara lain berinisial D selaku Direktur PT Keuangan PT PRM dan D selaku Komisaris Utama PT PRM yang juga Direktur PT Sekar Jaya dan Direktur PT Swarna Surakarta Hadiningrat.
“Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen sejak tahun 2017-2020,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Rabu (23/2) malam.
Adapun pemeriksaan kedua saksi tersebut, tutur Leo, dalam rangka menentukan fakta hukum tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi di PT AJT. “Para saksi diperiksa terkait apa yang didengar, dilihat dan dialami sendiri oleh saksi,” jelas Leo.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung telah meningkatkan kasus dugaan korupsi PT AJT dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
Meski demikian, penyidikan yang dilakukan masih bersifat umum atau belum ada tersangka.
Kasus ini berawal pada 17 Oktober 2017 lalu, PT ATJ menempatkan dana investasi sebesar Rp150 miliar dalam bentuk kontrak pengelolaan dana (KPD) di PT Emco Asset Management selaku manajer investasi dengan underlying berupa medium term note (MTN) di PT PRM.
Padahal sejak awal, MTN PT PRM tidak mendapat peringkat mendapat peringkat (Investment grade).
PT PRM juga tidak mempergunakan pencairan dana sesuai dengan tujuan MTN dalam prospektus, tetapi langsung mengalir dan didistribusikan ke grup perusahaan PT Sekar Wijaya dan beberapa pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN PT PRM, sehingga mengakibatkan gagal bayar.
Selanjutnya, tanah jaminan dan jaminan tambahan MTN PT PRM pada akhirnya seolah dijual ke PT Nusantara Alamanda Wirabhakti dan PT Bumi Mahkota Jaya.
“Penjualan tanah ini melalui skema investasi dengan cara PT Taspen Life berinvestasi pada beberapa reksa dana, kemudian dikendalikan untuk membeli saham-saham tertentu yang dananya mengalir ke kedua perusahaan tersebut untuk pembelian tanah jaminan dan jaminan tambahan,” jelas Leo.
Akibat penempatan investasi yang menabrak aturan, maka PT AJT diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar Rp161,6 miliar.(ydh)