IPOL.ID – Polri hingga saat ini belum menerima surat dari interpol Brasil dan Singapura terkait kasus desainer Indonesia yang diduga terlibat dalam pemesanan organ manusia.
Menurut Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli, pihaknya masih menunggu balasan dari kedua interpol tersebut. Pihak kepolisian juga tengah berkoordinasi dengan KBRI di Brasil.
“Dilaporkan balasan surat dari Interpol Brasil dan Interpol Singapura belum kita dapatkan. NCB Jakarta juga sudah berkoordinasi dengan KBRI di Brasil,” kata Gatot kepada wartawan, Senin (28/2/2022).
Gatot menambahkan pihaknya akan memantau perkembangan kasus tersebut dari kepolisian Brasil.
“Untuk langkah selanjutnya pihak KBRI tetap memonitor perkembangan kasus tersebut dari Kepolisian Federal Brasil dan menginfokan hasilnya kepada Interpol Indonesia,” jelasnya.
Sebelumnya, Polisi Federal Brazil mengungkap bahwa tangan manusia, bersamaan dengan tiga paket plasenta manusia telah dikemas dan dikirim ke Singapura.
Operasi anti perdagangan manusia terjadi pada Selasa pagi waktu setempat, dengan penggerebekan dilakukan di Universitas Negeri Amazonas (UEA) di kota Manaus, Brazil.
Pihak berwenang menyatakan organ-organ itu diambil ‘untuk seorang desainer terkenal asal Indonesia yang menjual aksesoris dan pakaian menggunakan bahan-bahan dari bagian tubuh manusia’.
Laman Vice, Kamis (24/2/2022) melaporkan, menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Polisi Federal Brazil yang bertindak atas petunjuk dan menggerebek laboratorium anatomi universitas itu, organ-organ tersebut diawetkan oleh seorang Profesor anatomi menggunakan metode yang dikenal sebagai plastinasi, yang menggantikan cairan dan lemak tubuh dengan bahan-bahan seperti silikon dan epoksi ‘untuk mengawetkan prgan-organ tersebut’.
“Laboratorium anatomi universitas setempat melakukan ekstraksi cairan tubuh, ada indikasi bahwa paket berisi tangan dan tiga plasenta asal manusia ini dikirim dari Manaus ke Singapura,” bunyi pernyataan polisi setempat.
Berbicara kepada VICE World News melalui panggilan telepon terenkripsi, seorang petugas polisi federal di Brazil mengkonfirmasi poin yang dibuat dalam pernyataan itu.
Ia mengatakan bahwa organ-organ tersebut tengah menuju Singapura dan telah meninggalkan pantai Brazil.
Namun masih belum jelas apakah paket yang berisi organ manusia itu telah dicegat.
Sementara itu, panggilan telepon yang hendak mengkonfirmasi kabar ini ke universitas itu tidak dijawab.
Kendati demikian, para pejabat melaporkan bahwa seorang anggota staf kampus telah diskors setelah dilakukannya operasi ‘pencarian dan penyitaan’ oleh polisi.
Profesor itu saat ini sedang diselidiki, dengan pihak berwenang akan menentukan apakah kejahatan perdagangan internasional organ manusia memang telah terjadi, suatu tindakan yang akan diganjar hukuman penjara hingga 8 tahun di Brazil.
“Rektorat Universitas Amazonas mematuhi perintah pengadilan dan menentukan pembukaan penyelidikan untuk menyelidiki fakta dan tanggung jawab,” bunyi pernyataan dalam bahasa Portugis.
Perdagangan organ tubuh manusia di pasar gelap memang sangat luas, canggih, dan sangat menguntungkan.
Menurut laporan pencegahan kejahatan yang dilakukan oleh pengawas global dan lembaga seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), meskipun perdagangan organ tetap ilegal di hampir setiap negara, Iran merupakan pengecualian yang menonjol karena spesifikasi Undang-undangnya berbeda, memperumit penuntutan jika melibatkan lebih dari satu negara.
Sedangkan di Brazil, pembelian dan penjualan organ tubuh manusia merupakan kejahatan negara yang dapat dihukum secara pidana.
Sebuah kasus yang terjadi pada 2011 menunjukkan bahwa 3 dokter Brazil didakwa dengan pasal pembunuhan dan dipenjara karena membunuh pasien di sebuah klinik swasta kelas atas di Sao Paulo, setelah mengeluarkan ginjal mereka dan mempersiapkan organ mereka untuk pengiriman.
Sementara itu, dalam kasus paket tujuan Singapura, penerima bagian tubuh yang diduga adalah seorang influencer dan fashion designer asal Indonesia’ yang terkenal karena kerap membuat rancangan yang terbuat dari bagian tubuh manusia.
Perlu diketahui, penggunaan darah, daging, organ, dan tulang manusia yang mengerikan sebenarnya bukanlah hal baru di dunia seni secara global.